UNISMUH MAKASSAR

Selasa, 06 April 2010

NIH MATERI DARI PAK ERWIN KALO NDA SLAH NAMANYA


BAB I
KONSEP PENELITIAN

1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal dari kata science (Inggris) atau scientia (Latin) yang berarti kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan dikumpulkan melalui metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan bagian studi sains, termasuk materi bidang studi yang harus dipelajari siswa.
Komponen sikap ilmiah yang perlu ditumbuhkan antara lain adalah tanggung jawab, keinginan hendak tahu, jujur, terbuka, obyektif, kreatif, toleransi, kecermatan bekerja, percaya diri sendiri, konsep diri positif, mengenal hubungan antara masyarakat dan sains, perhatian sesama mahluk hidup, menyadari bahwa kemajuan ilmiah diperoleh dari usaha bersama, dan menginterpretasikan gejala-gejala alam dari sudut prinsip-prinsip ilmiah.
Saintis membawakan sikap ilmiah tertentu, seperti obyektif dan jujur apabila sedang mengumpulkan dan menganalisis data. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah itu, saintis memperoleh penemuan-penemuan, dan penemuan-penemuan ini merupakan produk sains. Para ahli pendidikan memandang sains tidak hanya terdiri dari fakta, konsep, dan teori yang dapat dihafalkan, tetapi juga terdiri atas kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dan sikap ilmiah dalam mempelajari gejala alam yang belum dapat diterangkan. Menurut Baharuddin, secara garis besar sains dapat didefinisikan atas tiga komponen, yaitu
(1) sebagai proses: aktivitas ilmiah
(2) sebagai prosedur: metode ilmiah
(3) sebagai produk: pengetahuan ilmiah
Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah dengan metode seperti pada gambar 0.1. Proses atau metode ilmiah itu merupakan konsep besar yang dapat dirinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasai seseorang apabila orang itu hendak melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidangnya.


Gambar 0.1. Metode-metode Sains
1.2. Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Kebenaran
Persoalan apa yang diketahui manusia (cakupan filsafat ontologi), bagaimana manusia tahu (cakupan filsafat epistomologi), serta apakah yang diketahui itu benar (masalah filsafat axiology), merupakan dasar penelitian. Untuk mendapatkan kebenaran atau nilai benar tentang apa yang diketahui, dapat ditempuh dengan cara ilmiah dan non ilmiah. Cara non ilmiah antara lain intuisi dan akal sehat (common sense) (Kerlinger, 1973, Selinger, et, al. 1990). Cara ilmiah merupakan cara pembuktian kebenaran yang direncanakan dan dilakukan dengan langkah-langkah yang sistematis, yang intinya pada langkah penyajian bukti yang valid dan akurat, analisis dan penarikan simpulan. Pada pencapaian yang dilakukan dengan cara intuisi dan akal sehat tidak melalui pembuktian yang dilakukan secara sistematis sebab akal sehat merupakan seperangkat konsep yang digunakan dalam praktek kehidupan, kebenarannya bersifat apriori. Sedangkan kebenaran intuisi diperoleh tanpa langkah yang sistematis dan diterima secara utuh. Kebenaran intuitif dan apriori tidak melalui pembuktian dan memang sulit untuk dibuktikan. Sebelum pendekatan ilmiah berkembang, dikenal cara kerja coba-coba dan kadang-kadang juga dapat mencapai kebenaran (trial and error). Cara coba-coba ini tidak dapat dikatakan cara ilmiah, karena, tidak ditempuh dengan langkah-langkah yang sistematis dan tanpa perencanaan.
Cara yang digunakan manusia untuk pengetahuan bermacam-macam dan cara yang bermacam-macam dapat dikelompokkan menjadi dua cara ;
1. Persetujuan dan percaya,
2. Pengalaman.
Ada satu cara lagi yang dikenal manusia untuk mendapatkan pengetahuan yaitu intuisi. Cara intuisi merupakan cara yang khusus.
Aktivitas manusia secara alamiah bercirikan adanya hasrat ingin tahu, ingin mengetahui segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Untuk memenuhi keinginannya itu manusia melakukan search and research sampai ia tahu benar. Akan tetapi, pengetahuan yang banyak itu belum tentu semuanya handal dan terjamin kebenarannya. Ada kalanya terdapat kekeliruan-kekeliruan yang disebabkan antara lain:
a) Pengamatan yang kurang akurat
b) Proses generalisasi yang berlebihan
c) Penalaran yang tidak logis
d) Persepsi yang kurang tepat.
Pengetahuan yang benar dan realistis merupakan salah satu indikator ilmu pengetahuan atau science. Dikatakan indikator ilmu pengetahuan, berkenaan dengan pengertian ilmu pengetahuan itu sendiri masih cukup banyak pendapat yang berbeda-beda.
Ciri-ciri ilmu pengetahuan ;
1. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diorganisasikan sesuai dengan bidang kajian. Bidang kajian ilmu pengetahuan bersifat khusus dan jelas batas-batasnya.
2. Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah dibuktikan kebenaranya. Dengan pembuktian kebenaran itu berarti pada ilmu pengetahuan memiliki metode ilmu yang tepat.
3. Kebenaran ilmu pengetahuan bersifat objektif, umum, dan terbuka. Sifat objektif dan umum menunjukkan adanya ciri bahwa kebenaran ilmu diakui oleh berbagai pihak, sedang sifat terbuka menunjukkan ciri bahwa kebenaran itu tidak bersifat mutlak dan dapat diuji kembali oleh siapa saja dan kapan saja. Kebenaran ilmu akan berubah apabila telah ada pihak yang berpendapat lain dengan menunjukkan bukti valid dan akurat.

1.3. Penelitian dan Paradigma Penelitian
1.3.1 Penelitian
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran yang dicapai melalui pembuktian, maksud pernyataan benar tersebut didukung oleh bukti-bukti yang akurat. Menurut ilmu pengetahuan senantiasa dikaitkan dengan tersedianya bukti yang valid dan akurat. Bukti yang dimaksud merupakan data. Penelitian ilmiah (scientific research) merupakan proses untuk membuktikkan kebenaran sesuai hal dengan menyajikan buki-bukti valid. Untuk menjawab pertanyaan “apa penelitian itu?” Leedy (1980: 3) menyatakan research is a confusing term. Ia menempatkan makna penelitian dalam arti penelitian dasar (basic research atau pure research), sekalipun pada aplikasinya merupakan proses kegiatan yang pragmatis dapat berupa penelitian terapan, penelitian aksi, penelitian pengembangan dan semacamnya.
Karakteristik penelitian dasar oleh Leedy dikemukakan sebagai berikut ;
a. Research begins with a question in the mind of the research
b. Research demands the identification of a problem, stated in clear, unambiguous terms.
c. Research requires a plan
d. Research deals the main problem through appropriate sub problems
e. Research seek directions through appropriate hypothesis and is based upon obvious assumptions
f. Research deals with facts and their meaning
g. Research is circular
Kerlinger (1973) menyatakan bahwa penelitian ilmiah merupakan “Systematic, controlled, empirical, and critical investigation of hypothetical propositions about the presumed relations among natural phenomena“. Sedang Tuckman (1988:3) menyatakan sebagai “a systematic attempt to provide answers to questions”.
Berkenaan dengan masalah yang akan diselesaikan melalui kegiatan penelitian dapat dikenal dua macam, yaitu ;
a. Masalah yang menggambarkan adanya kesenjangan antara kondisi yang terjadi dan hal yang diharapkan,
b. Masalah yang berupa berbagai pertanyaan karena ketiadaan informasi yang diperlukan yang memerlukan penjelasan atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan
Pada hakekatnya penelitian merupakan: (a) kegiatan yang dilakukan secara sistematis guna menyelesaikan suatu masalah atau menjawab suatu pertanyaan; (b) penggunaan metode ilmiah secara formal dalam menyelsaikan masalah.
1.3.2 Paradigma Penelitian
Pencapaian objektivitas dalam menelaah kejadian alam pada hakikatnya didasari oleh asumsi-asumsi tertentu. Asumsi umum yang digunakan sebagai dasar dalam setiap menelaah kejadian alam disebut paradigma. Dalam penelitian ilmiah paradigma diartikan sebagai suatu pendekatan, akan tetapi pendekatan yang dimaksud didasari oleh asumsi dasar (basic assumption). Secara filosofis setiap usaha menelaah kejadian alam menggunakan asumsi sebagai dasarnya. Hal ini menggambarkan “pendirian atau prinsip”yang dianut oleh peneliti. Contohnya, suatu pandangan menyatakan bahwa semua kejadian di dunia tentu ada penyebabnya. Dalam melakukan penelaahan atau penelitian alam sekitarnya, senantiasa berpegang pada prinsip hubungan sebab akibat. Pandangan ini disebut paham determinisme universal. Bagi penganut paham ini yang tergolong masih primitive, mencari sebab suatu kejadian alam atau fenomena alam akan berakhir pada supra natural. Bagi penganut paham determinisme universal yang telah menghubungkan ilmu pengetahuan, sebab-sebab yang dimaksud selalu dikaitkan dengan kejadian alam itu sendiri. Jadi disini terjadi hubungan sebab akibat antar kejadian alam. Paham determinisme universal disebut pula paham positivisme sebagaimana dikembangkan oleh August Compte.
Paham yang lain adalah naturalisme. Naturalisme menekankan pada nilai intrinstik sehingga setiap kejadian selalu dipandang sebagai kejadian yang berdiri sendiri. Untuk bidang pendidikan banyak penelitian yang menggunakan pendekatan sebab akibat, yang berarti menggunakan paradigma positivisme atau analisis fungsional.

1.3.3 Orientasi Penelitian
Penelitian dilakukan oleh seseorang karena orang itu memiliki kebutuhan (the need) tertentu. Setiap orang dalam menghadapi dan memenuhi kebutuhannya tidak selalu mendapat jalan yang mudah. Maksudnya adalah bahwa setiap upaya untuk memenuhi kebutuhan hampir selalu berhadapan dengan masalah tertentu. Pola semacam ini senantiasa terjadi di dalam kehidupan yang mencerminkan pola pemikiran manusia. Karenanya Dewey (1933) menulis dalam bukunya yang berjudul How we Think. Langkah pokok pemikiran itu adalah sebagai berikut;
a) A felt needs
b) The problems
c) Hypothesis formulation
d) Collect the data as evidence
e) Conclusion
Pemikiran Dewey ini dinyatakan sebagai suatu pemikiran yang merefleksikan pola kehidupan berpikir manusia dan pola tersebut dikenal sebagai reflective thinking. Langkah pemikiran John Dewey, melahirkan metode ilmiah yang diikuti oleh penelitian ilmiah hingga saat sekarang. Dari uraian di atas secara visual dapat digambarkan sebagai berikut;






Gambar 1.1. Reflective thinking

1.3.4 Teori, Asumsi, dan Hipotesis
Penelitian empirik merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan dan/atau memecahkan masalah yang dilakukan dengan menyediakan data (sebagai bukti). Dengan pola pikir ini berarti ada tiga konsep yang perlu jelas makna dan fungsinya, yaitu teori, asumsi, dan hipotesis;
1. Teori, dinyatakan sebagai a set of interrelated construct (concept), definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with the purpose of explaining and predicting the phenomena.
2. Asumsi, diartikan sebagai anggapan yang diajukan dan kebenarannya masih dapat diuji bila dipandang perlu.
3. Hipotesis, dapat diartikan sebagai suatu pendapat atau dugaan.

1.4 Peranan Penelitian dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
1.4.1 Peranan langsung
1. menghasilkan berbagai aspek ilmu pengetahuan yang sangat penting seperti pernyataan-pernyataan faktual, penjelasan atas berbagai peristiwa atau fenomena, hukum-hukum empiris, serta teori-teori baru yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
2. menguji teori untuk melihat kemungkinan penerapannya secara meluas
3. memanfaatkan proses ilmiah secara formal yang memudahkan pengembangan ilmu pengetahuan.
1.4.2 Peranan tidak langsung
1. melatih kemampuan berpikir deduktif dan induktif yang sangat penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
2. melalui proses penelitian akan terbentuk sikap ilmiah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
3. melalui proses dan hasil penelitian, komunikasi ilmiah antara seorang ilmuan dengan ilmuan lainnya dapat terjalin.

BAB II
JENIS - JENIS PENELITIAN

Multidimensional persoalan yang dihadapi bangsa dewasa ini, baik dibidang pendidikan maupun sosial membutuhkan pengkajian dan penafsiran yang akurat untuk mendapatkan solusi yang konkrit. Merujuk pada kondisi yang fenomenal ini maka dalam mengetahui factor penyebabnya mesti mengadakan penelitian, yang juga menetapkan jenis penelitian yang sesuai dengan persoalan itu.
Secara umum penelitian dapat dibagi kedalam tiga macam, yaitu menurut penggunaanya, menurut metodenya dan menurut sifat permasalahannya. Akan tetapi pada ksempatan ini kita batasi untuk membahas integral dari ketiga penelitian di atas, yaitu:
1. Penelitian Eksperimen
2. Penelitian Tindakan
3. Ex Post facto


2.1 Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya dua kelompok yang berperan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok pembanding. Penelitian eksperimen memiliki ciri khusus, yaitu;
1. Pemberian perlakuan kepada subyek penelitian
2. Pengamatan terhadap gejala yang muncul terhadap variable respon sebagai akibat pemberian perlakuan.
3. Pengendalian variabel lain yang bersama variabel perlakuan ikut berpengaruh terhadap hasil yang maksimal perlu mengadakan perencanaan dalam penelitian eksperimen, yang meliputi :
a) Masalah penelitian
sebelum penelitian dilakukan peneliti harus mengetahui tentang masalah yang dihadapi lengkap dengan latar belakang serta faktor dan lain-lain yang merupakan penyebab dari masalah tersebut secara runut dan tuntas.


b) Variabel Penelitian
Ada beberapa variabel yang berkedudukan sebagai variabel bebas yang berfungsi sebagai penyebab, yaitu variabel perlakuan, variabel moderator, variabel terkendali, dan variabel acak.
Sedangkan variable respon berfungsi sebagai akibat;
 Variabel perlakuan
Keberadaanya direncanakan dan sengaja diberikan kepada kelompok sample untuk mengetahui akibat dari perlakuan tersebut dan dapat diubah-ubah sesuai dengan tujuan ekperimen
 Variabel moderator
Variabel moderator ikut berpengaruh perubahan pada variabel respon namun tidak dapat dikendalikan.
 Variabel Terkendali
Merupakan variabel yang dapat dikendalikan oleh peneliti. Sehingga pengaruh yang diakibatkannya terhadap variabel respon dapat dideteksi dan tidak akan mengolah tujuan eksperimen untuk menjernihkan variabel perlakuan.
 Variable Acak
Variable acak secara empiris sukar untuk dikendalikan dan munculnya pun tidak dapat diperhitungkan sehingga akan menentukan tingkat validitas hasil eksperimen.
c) Penetapan sampel
Untuk memperoleh kecermatan yang tinggi, hemat biaya, waktu dan tenaga, serta membatasi akibat-akibat buruk yang mungkin ditimbulkan dalam sebuah penelitian maka sampel harus ditetapkan secara tetap dan benar. Dan salah satu tahap sampling yang baik pada penelitian eksperimen adalah teknik acak atau random.
Jika eksperimen yang akan dilaksanakan menggunakan kelompok pembanding, maka peneliti perlu menyiapkan teknik dari satu kelompok sampel acak yang berfungsi sebagai kelompok eksperimen dan kelompok pembanding.

d) Pemberian Perlakuan
Pemberian perlakuan harus dilakukan sesuai dengan deskripsi perlakuan yang telah dirumuskan dengan baik berdasarkan teori yang diikutinya dan hendaknya telah diperhitungkan berapa kali dan berapa lama perlakuan seharusnya diberikan agar kelompok mengalami perubahan yang berarti.
Sebagai ciri perlakuan yaitu dapat diubah dan dimanipulasi menurut kehendak peneliti untuk mencapai tujuan penelitiannya sehingga harus diingat dan dipertimbangkan sifatnya.
1. Rancangan Eksperimen
Rancangan eksperimen dilakukan berorientasi kepada masalah penelitian atau hipotesis penelitian.
Ada tiga kelompok besar dalam jenis penelitian eksperimen, yaitu;
a. Pra eksperimen
Desain eksperimen yang termasuk kelompok ini adalah:


1) The one shot case study
Digunakan satu kelompok yang diberi perlakuan setelah dianggap cukup, diadakan tes. Jika hasil tes itu baik, perlakuan yang diberikan berhasil.
X
T
X = Variabel Perlawanan
T = Tes atau pengukuran
2) The one group pra test post test design
Untuk mendapatkan kesimpulan tentang keberhasilan perlakuan ini dilakukan dengan membandingkan hasil awal (pretest = TI ) dengan hasil test akhir ( posttest = T 2 ), jika akhir lebih baik (T2>T1) berarti berhasil.
X
T1 T2
Namun demikian kedua rancangandiatas masih memiliki kelemahan-kelemahan yang cukup mengganggu eksperimen bersangkutan dengan;
 Historis, gangguan yang datang dari luar atau dari dalam selama berlansungnya eksperimen.
 Kematangan, perubahan berupa peningkatan kemampuan subyek penelitian
 Testing, perlakuan test awal menimbulkan persepsi baru yang sangat berguna untuk menghadapi tes akhir.
 Instrumentasi, penggunaan tes instrumen dapat menyebabkan ketidakvalidan eksperimen karena reliabilitas dan validitas alat ukur yang digunakan turut berpengaruh.
 Regresi, perlakuan hasil pengukuran suatu kelompok yang menggunakan rataan
 Seleksi, jika pengambilan keputusan sample tepat dan benar, maka seleksi sebagai faktor yang ikut menyebabkan terjadinya ketidakvalidan eksperimen tidak ada lagi.
 Mortalitas, jika eksperimen memakan waktu lama maka kemungkinan penyusutan anggota kelompok sampai cukup besar.

b. Eksperimen Semu
Rancangan dengan menggunakan kelompok pembanding dengan tujuan agar penetapan hasil perlakuan yang diberikan kepada kelompok sampai dapat lebih tegas sehingga hasil diketahui dengan membandingkan hasil tes kelompok (T1 a) dengan hasil tes kelompok pembanding (T 1 b).
c. Eksperimen sungguhan ( True experiment design )
 The pretest – posttest control group design
 The Solomon pour group design
 The posttest only control group design.

2.2 Penelitian Ex Post Facto (EPF)
Ex Post Facto (EPF) berarti ”fakta yang telah terjadi”. Sehingga penelitian Ex Post Facto (EPF) termasuk jenis penelitian survey yang mengungkap variabel yang faktanya sudah berlangsung. Fakta tentang variabel, variabelnya telah muncul dan terjadi sedemikian adanya sebelum penelitian dilaksanakan. Variabel seperti ini disebut variabel Ex Post Facto (EPF). Dengan demikian penelitian ini hanya dapat megamati kembali terhadap fakta yang memang telah demikian adanya.
Beberapa keterbatasan penelitian Ex Post Facto (EPF).
1) Dalam penelitian Ex Post Facto (EPF) tidak dapat dilakukan pengendalian atau intervensi terhadap variabel bebas.
2) Sejalan dengan keterbatasan diatas Ex Post Facto (EPF) tidak dapat dilakukan manipulasi variabel bebas.
3) Rekomendasi dalam penetapan subyek penelitian tidak dilakukan dengan mengikuti pengkategorian pada variabel bebas.
Penelitan Ex Post Facto (EPF) dikategorikan sebagai penelitian yang berfungsi menerangkan atau eksplanasi sekalipun dalam prosesnya peneliti dapat mengangkat hipotesis dan melakukan pengujiaan hipotesis tersebut.
Rancangan Penelitian Ex Post Facto (EPF).
 Penelitian yang berangkat dari kenyataan atau fenomena yang menunjukkan adanya perbedaan subyek tertentu, kemudian melakukan pengujian hipotesis yang berhubungan dengan akibat adanya perbedaan tersebut.
 Penelitian yang berangkat dari hasil pengamatan fenomena yang terjadi adanya perbedaan subyek, kemudian diteliti untuk menetapkan penyebab yang paling mungkin atas terjadinya fenomena tersebut. Sehingga fenomena diangkat sebagai akibat (variabel tergantung) dan penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk menetapkan penyebabnya (variabel bebas). Apabila variabel bebas lebih dari dua kelompok analisis didalamnya dilakukan dengan menggunakan teknik analisis variabelnya akan tetapi pengontrolan terhadap adanya campur tangan variabel lain maka analisisnya menggunakan teknik analisis konvenansi.

Langkah Penelitian Ex Post Facto (EPF).
1. Merumuskan masalah penelitian
Setelah jelas fenomena yang dihadapi, peneliti melakukan pemikiran (prediksi ) tentang faktor-faktor yang mungkin terjadi penyebabnya kemudian diangkat menjadi hipotesis.
2. Menyeleksi Kelompok penyebab
Peneliti melakukan seleksi setelah menentukan variabel penyebab.
3. Menyeleksi Kelompok Akibat
Melakukan seleksi akibat berkaitan dengan variabel penyebab diatas.
4. Pengumpulan Data
Dengan alat ukur yang sama valid dan reliable peneliti mengumpulkan pasangan yang berkaitan antara kelompok akibat dengan kelompok penyebab.
5. Analisis Data
Dengan memperhatikan karakteristik dan hipotesis yang akan diuji ditetapkan suatu modal atau teknik analisis yang sesuai.
3.3 Penelitian Tindakan (Action Research)
Penelitian tindakan dilaksanakan dalam suatu situasi nyata (real) dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi (kelembagaan kelompok atau program tertentu dalam rangka mengembangkan keterampilan baru yang bersifat praktis. Kaitan dengan pendidikan, Mills (2000;6) mengatakan bahwa action reseach adalah setiap inkuiri yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, pembimbing atau pihak-pihak lain yang teribat dalam situasi pembelajaran untuk mengumpulkan informasi tentang cara-cara khusus yang mereka lakukan dengan tujuan meningkatkan pemahaman mengembangkan praktek reflektif yang berdampak positif bagi lingkungan pendidikan. Dan telah dikhususkan pada tindakan kelas (classroom action research).
Langkah-langkah penellitian tindakan;
1. Identifikasi masalah dan fokus penelitian
2. Pengumpulan data
3. Analisis dan interpretasi data
4. Kegiatan/ pengembangan rencana kegiatan (action)

Kekhususan penelitian tindakan
A. Dipersiapkan untuk kebutuhan praktis
B. Penelitian didasarkan pada pengamatan actual dan data tingkah laku
C. Dapat diakan perubahan selama proses penelitian bila dianggap penting untuk pembaharuan inovasi
Selain ketiga jenis penelitian diatas masih ada jenis penelitian yang lain, yaitu:
a. Penelitian survey
b. Penelitian kasus
c. Penelitian evaluatif
d. Peneltian pustaka
e. Penelitian kompratif
f. Penelitian laboratorium
g. Penelitian korelasional


BAB III
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
3.1 Definisi
Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan penelitian yang dirancang untuk membantu dosen ataupun guru untuk menemukan dan memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang terjadi di kelas. Bentuk kajian PTK bersifat reflektif oleh pelaku tindakan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran. Definisi lain menyebutkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan guru yang sekaligus sebagai peneliti sejak perencanaan sampai penilaian sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pembelajaran. Jadi pada intinya bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru ataupun dosen atau juga pendidik untuk melakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar.


3.2 Tujuan
Penelitian tindakan bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung didunia kerja atau dunia aktual yang lain.
Secara umum, penelitian tindakan ditunjukkan untuk membuat perubahan, maka ha-hal yang ingin diteliti akan berkisar pada masalah perubahan, seperti:
a. Apakah yang telah berubah ?
b. Seberapa jauh perubahan itu telah terjadi ?
c. Bagaimana dan seberapa cepat perubahan itu terjadi ?
d. Kondisi bagaimana terdapat sebelum dan sesudah terjadi perubahan ?
e. Stimulus-stimulus apa yang telah merangsang perubahan ?
f. Melalui mekanisme apa perubahan terjadi ?
g. Dapatkah arah perubahan diketahui ?
Dari pernyataan-pernyataan diatas, maka dapat ditelusuri masalah-masalah yang khusus yang ingin dipelajari dengan menggunakan penelitian tindakan, khususnya yang terjadi di dalam kelas dalam proses belajar mengajar.

Contohnya
• Suatu program in service training untuk melatih para konselor bekerja dengan putus sekolah
• Implikasi penerapan teknologi tepat guna pada masyarakat
• Untuk menyusun program penjajagan dalam pencegahan kecelakaan pada pendidikan pengemudi
• Untuk mencegah masalah apatisme dalam penggunaan teknologi modern

3.3 Ciri – ciri
Karakteristik penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut.
1. Situasional: berkaitan langsung dengan permasalahan konkret yang dihadapi guru/dosen di kelas.
2. Kontekstual: upaya pemecahan berupa model atau prosedur tidak terpisah dari konteksnya, baik konteks pendidikan, budaya, sosial politik, atau konteks eko¬no¬mi di mana pembelajaran berlangsung.
3. Kolaboratif: partisipasi antara guru-siswa, dosen-mahasiswa, dosen-guru amat dipentingkan dalam melaksanakan PTK.
4. Self-reflective dan self-evaluative: pelaku tindakan serta objek yang dikenai tin¬dakan melakukan refleksi dan evaluasi diri terhadap hasil atau kemajuan yang dicapai. Modifikasi perubahan yang dilakukan didasarkan pada hasil refleksi dan evaluasi yang telah dilakukan.
5. Fleksibel: memberikan kelonggaran metodologis dalam melaksanakan peneli¬tian. Misalnya tidak perlu melalui prosedur sampling, atau alat pengumpul data yang bersifat formal.

3.4 Kesukaran pelaksanaan penelitian tindakan
Kesulitan-kesulitan pelaksanaan penelitian tindakan dapat mencakup dua hal, yaitu kesulitan mengadakan evaluasi serta kesulitan antara penelitian dan pelaksanaan kegiatan serta pelaksanaan program.
1. Kesukaran evaluasi
Ada kalanya tidak diperoleh pengaruh yang dapat diobservasi atau beda yang nyata antara kelompok-kelompok dimana dilaksanakan program karena tidak ada kontrol untuk membuat hal-hal lain diluar program. Kesukaran analisis serta evaluasi juga disebabkan oleh kurangnya dokumentasi yang sistematik, baik ketika dimulai perencanaan program, modifikasi dan sebagainya.
2. Kesukaran kerjasama
Karena dalam pelaksanaan penelitian tindakan ini perlu sekali adanya kerjasama antara sipeneliti dengan sipelaksana kegiatan (decision maker), maka disana sini terdapat kesukaran-kesukaran antara lain :
(a) Sukar untuk menjelaskan apakah proyek tersebut suatu penelitian atau suatu program tindakan, sehingga sukar menentukan siapa yang akan merupakan pengambilan keputusan dalam kegiatan tersebut.
(b) Adanya ketergantungan antara peneliti dan pelaksana program sedangkan kedua pihak mempunyai profesi serta orientasi dan perbedaan dan deskripsi pekerjan serta system “Kewarding” membuat pelaksanaan tindakan relatif sukar.
(c) Ketentuan-ketentuan serta rekrutmen yang interdisiplin dari penelitian tindakan (antara ahli antropologi dengan ahli pertanian dan sebagainya). Membuat penelitian tindakan merupakan satu penelitian yang menghendaki kerjasama yang utuh.

3.5 Langkah-langkah pokok
Pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas, seorang peneliti harus mencermati beberapa langkah pokok seperti yang diungkapkan oleh Kunandar, 2008 sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah, yang meliputi, (a) ruang lingkup masalah, (b) Identifikasi masalah, (c) analisis masalah, (d) teknik mencari permasalahan, (e) masalah-masalah yang menjadi focus penelitian tindakan kelas dan (f) sumber masalah penelitian tindakan kelas.
2. Merumuskan masalah. Dalam merumuskan masalah penelitian tindakan kelas akan difokuskan pada kesenjangan antara keadaan yang diharapkan dengan keadaan yang nyata. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan masalah antara lain: (a) masalah hendaknya dirumuskan secara jelas, (b) menggunakan kalimat Tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan dilakukan, (c) dapat diuji secara empiris, (d) mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan, (e) disusun dalam bahasa yang jelas dan singkat, (f) jelas cakupannya dan (g) memungkinkan untuk dijawab dengan mempergunakan metode atau teknik tertentu.
3. Merumuskan hipotesis tindakan, dimana dalam proses perumusannya tidak dilakukan untuk menguji hipotesis perbedaan atau hubungan melainkan hipotesis tindakan.
4. Membuat rencana tindakan dan pemantauannya. Pada prinsipnya tindakan yang direncanakan hendaknya: (a) membantu peneliti (guru) dalam mengatasi kendala pembelajaran di kelas, bertindak secara lebih tepat guna dalam kelas, dan meningkatkan keberhasilan pembelajaran dalam kelas, (b) membantu peneliti (guru) menyadari potensi baru untuk melakukan tindakan guna meningkatkan kualitas kerja. Rencana tindakan hendaknya membuat informasi tentang hal-hal di antaranya: (a) menentukan materi yang akan di-PTK-kan, (b) pemilihan metode mengajar yang akan digunakan, (c) apa yang diperlukan untuk menentukan kemungkinan terpecahnya masalah yang telah dirumuskan, (d) menentukan alat-alat dan teknik yang diperlukan untuk mengumpulkan bukti atau data, (e) rencana perekaman atau pencatatan data dan pengolahannya, dan (f) rencana untuk melaksanakan tindakan dan evaluasi hasilnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel
Rencana dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Siklus I Perencanaan:
Identifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah a. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam PBM
b. Menentukan pokok bahasan
c. Mengembangkan scenario pembelajaran
d. Menyiapkan sumber belajar
e. Mengembangkan format evaluasi
f. Mengembangkan format observasi pembelajaran
Tindakan Menerapkan tindakan mengacu kepada scenario pembelajaran
Pengamatan a. Melakukan observasi dengan memakai format observasi
b. Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format
Refleksi a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi evaluasi mutu, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
b. Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang scenario pembelajaran dan lain-lain.
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus berikutnya
d. Evaluasi tindakan 1
Siklus II Perencanaan a. Identifikasi masalah dan penetapan alternative pemecahan masalah
b. Pengembangan program tindakan II
Tindakan Pelaksanaan program tindakan II
Pengamatan Pengumpulan dan analisis data tindakan II
Refleksi Evaluasi tindakan II
Siklus-siklus berikutnya
Kesimpulan dan saran

5. Melaksanakan Tindakan dan Mengamatinya
Pelaksanaan tindakan dalam PTK meliputi:
1. Perencanaan (planning) tindakan meliputi:
a. Semua langkah tindakan secara rinci;
b. Segala keperluan pelaksanaan PTK;
c. Perkiraan kendala yang mungkin timbul pada pelaksanaan;
2. Pelaksanaan (acting) tindakan: realisasi dari teori dan teknik mengajar serta tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya;
3. Pengamatan tindakan. Dalam pengamatan atau observasi harus mengacu pada instrument yang sudah dibuat dan dimungkinkan melibatkan pengamat dari luar. Aspek yang diamati dalam PTK adalah: (a) proses tindakannya; (b) pengaruh tindakan; (c) keadaan dan kendala tindakan; (d) bagaimana keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya; dan (e) persoalan lain yang timbul selama kegiatan PTK berlangsung.
Pada prinsipnya diterapkannya penelitian tindakan dimaksudkan untuk mengatasi suatu permasalahan yang terdapat di dalam kelas. Sebagai salah satu penelitian yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan di dalam kelas, menyebabkan terdapatnya beberapa model atau desain yang dapat diterapkan. Desain-desain tersebut antara lain: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan McTaggart, (3) Model Hopkins.

(1) Desain Model Kurt Lewin
Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari adanya berbagai model penelitian tindakan yang lain, khususnya penelitian tindakan. Dikatakan demikian, karena dialah yang pertama kali memperkenalkan action research atau penelitian tindakan.
Konsep pokok penelitian tindakan Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), dan d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai satu siklus, yang dapat digambarkan sebagai berikut.




Gambar 3.1 Desain Model Kurt Lewin

(2) Desain Model Kemmis dan McTaggart
Model Kemmis dan McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin seperti yang diutarakan diatas. Hanya saja, komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. Untuk lebih tepatnya berikut ini dikemukakan bentuk desainnya (Kemmis & McTaggart, 1990: 14).










Gambar 3.2 Desain Model Kemmis & McTaggart
Apa bila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan reflaksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini ialah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Pada gambar diatas tampak bahwa didalamnya terdiri dari dua perengkat komponen yang dapat dikatakan sebagai dua siklus. Untuk pelaksanaan sesungguhnya jumlah siklus sangat bergantung pada permasalahan yang perlu dipecahkan. Apabila permasalahan terkait dengan materi dan tujuan pembelajaran dengan sendirinya jumlah siklus untuk setiap mata pelajaran tidak hanya terdiri dari dua siklus, tetapi jauh lebih banyak dari itu, barangkali lima atau enam siklus.

(3) Desain Model Hopkins.
Berpijak pada desain-desain Model Penelitian Tindakan para ahli pendahhulunya, selanjutnya Berdasarkan beberapa desain model penelitian tindakan seperti yang dicontohkan diatas, selanjutnya dapat diketahui bahwa desain yang paling mudah dipahami dan dilaksanakan untuk PTK, yaitu desain model Kemmis & McTaggart. Oleh Karena itu, tidak ada jelaknya apabila dengan ini disarankan agar digunakan desain model Kemmis & McTaggart untuk penelitian tindakan yang akan dirancang dan dilaksanakan untuk memperbaiki atau mengatasi permasalahan yang terjadi dikelas. Hopkins (1993: 191) menyusun desain tersendiri, yaitu sebagai berikut.




























Gambar 3.3 Desain Model Hopkins
3.6. Rambu-Rambu Penulisan Laporan PTK
Dalam penulisan proposal PTK perlu diperhatikan sejumlah rambu-rambu berikut ini.
Dalam judul harus mencerminkan:
1. Tujuan
2. Cara menyelesaikan masalah
3. Di mana penelitian dilaksanakan
4. Singkat
5. Jelas
Contoh : ”Mengatasi Kecemasan Guru Baru dalam Mengajarkan Sastra Indonesia di Kelas 1 SMA Negeri 5 Makassar dengan Metode Konstruktivisme”
”Membangkitkan Minat Belajar Kosakata Bahasa Jerman Dengan Joyfull Learning Strategy Bagi Siswa Kelas 1 SMA Negeri 7 Makassar”
Latar belakang Masalah
Latar belakang masalah harus memenuhi kriteria berikut.
 Mendeskripsikan kondisi nyata yang dihadapi guru dalam KBM.
 Ada dukungan penelitian terdahulu atau dukungan kajian pustaka.
Contoh: Masalah yang dihadapi guru Bahasa Jerman mengajarkan kosakata di SMA Negeri 7 Makassar adalah: siswa kurang bergairah, kurang responsif dalam pembelajaran, kemampuan dan bertanya dan mengemukakan pen¬dapat sangat rendah, sehingga tidak tercipta interaksi positif, siswa sangat pasif.
Dukungan kajian pustaka:
Kemampuan bertanya dan mengemukakan pendapat adalah motor peng¬ge¬rak terjadinya interaksi positif dalam pembelajaran.
Permasalahan
Dalam permasalahan perlu dikemukakan hal-hal berikut.
 Keluhan guru mengenai masalah tersebut
 Ada identifikasi masalah
 Ada analisis masalah
 Ada refleksi awal
 Ada rumusan masalah
Cara Pemecahan Masalah
Rambu-rambu perumusan masalah PTK antara lain :
 Ada alternatif pemecahan masalah
 Alternatif itu didasarkan teori tertentu
 Bertolak dari hasil analisis
 Berawal dari gagasan guru
Contoh rumusan cara pemecahan masalah :
Masalah utama yang dicarikan pemecahannya adalah: penigkatan kemam¬puan bertanya dan mengemukakan pendapat melalui strategi dan debat.
Alasannya adalah kemampuan bertanya dan mengemukakan pendapat me¬ru¬pakan motor penggerak terjadinya interkasi positif dalam pembelajaran.
Keunggulan teknik diskusi dan debat; (1) mengembangkan kemampuan ber¬tanya dan mengemukakan pendapat, (2) menuntut partisipasi aktif se¬luruh siswa, (3) cocok untuk kelas yang jumlah siswa cukup banyak, (4) me¬ngembangkan kemampuan berpikir dan bernalar, dan (5) dapat menum¬buhkan gairah belajar.
Tujuan Penelitian
Rumusan tujuan penelitian hendaknya:
 Konsisten dengan permasalahan
 Ada sasaran antara
 Ada sasaran akhir
Manfaat
Rumusan manfaat penelitian hendaknya memuat hal-hal berikut.
 Dikemukakan manfaat bagi guru-siswa
 Dikemukakan manfaat bagi dosen-mahasiswa
 Dikemukakan manfaat bagi LPTK dan sekolah
Kerangka Teoretik dan Hipotesis Tindakan
Pada bagian kerangka teoretik dan hipotesis tindakan perlu dikemukakan hal-hal berikut.
 Kajian teori yang relevan
 Hasil penelitian yang relevan
 Pengalaman guru/dosen
 Ada rumusan hipotesis tindakan yang disusun berdasarkan kerangka teoretik.
Persiapan Tindakan
Dalam deskripsi tentang persiapan tindakan perlu diuraikan tentang hal-hal berikut.
 Ada setting dan karasteristik subjek
 Ada Variabel/faktor yang diselidiki
 Ada rencana tindakan, misalnya skenario pembelajaran, implementasi tindakan, observasi dan evaluasi, analisis dan refleksi
Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan tindakan perlu dideskripsikan hal-hal berikut.
 Dideskripsikan pelaksanaan tindakan dari setiap rencana tindakan
 Siklus pelaksanaan tindakan lebih dari satu


Hasil PTK
Hasil PTK harus sesuai dengan tujuan dan manfaat penelitian
Mekanisme Kerja Sama Guru-Dosen
Dalam laporan PTK harus tergambar bagaimana kerjasama antara guru dan dosen dalam PTK tersebut.
















BAB IV
IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH, JUDUL, TUJUAN


4.1 Pendahuluan
Perumusan masalah penelitian merupakan pekerjaan yang tidak mudah, termasuk bagi peneliti-peneliti yang sudah berpengalaman. Masalah timbul karena adanya tantangan, kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan dan rintangan, adanya celah baik antar kegiatan atau antar fenomena baik yang telah ada ataupun yang belum ada. Peneliti diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut.
Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam penelitian sangat berguna untuk menemu-kan jawaban akan sesuatu hal, karenanya peneliti harus dapat memilih sesuatu masalah yang merupakan hulu dari penelitian dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah.
Tujuan dari penelitian serta perumusan masalah adalah untuk:
- Mencari sesuatu dalam rangka perumusan masalah
- Memuaskan perhatian serta keingintahuan seseorang akan hal-hal yang baru
- Meletakkan dasar untuk memecahkan beberapa penemuan penelitian sebelumnya, ataupun dasar untuk penelitian selanjutnya.
- Memenuhi keinginan sosial
- Menyediakan sesuatu yang bermanfaat.

4.2 Ciri-ciri Masalah yang baik
Sebelum seorang peneliti dapat merumuskan suatu masalah untuk penelitiannya, maka ia lebih dahulu harus mengidentifikasi dan memilih masalah itu. Peneliti harus mencari masalah yang mempunyai ciri-ciri yang baik, harus mengetahui sumber serta tempat mencari masalah tersebut.
Ada beberapa ciri-ciri masalah yang harus di-perhatikan, baik dilihat dari segi isi, rumusan masalah ataupun dari segi kondisi penunjang yang diperlukan dalam pemecahan masalah yang telah dipilih.
Ciri-ciri dari masalah yang baik adalah sebagai berikut.
1. Masalah harus ada nilai penelitian
Masalah harus mempunyai nilai penelitian, yaitu mempunyai kegunaan tertentu serta dapat digunakan untuk suatu keperluan. Dalam memilih masalah akan mempunyai nilai penelitian jika hal-hal berikut diperhatikan.

1.1 Masalah haruslah mempunyai keaslian
Masalah harus mempunyai nilai ilmiah atau aplikasi ilmiah dan janganlah berisi hal-hal yang sepele untuk dijadikan suatu masalah yang akan dipilih untuk penelitian

1.2 Masalah harus menyatakan suatu hubungan
Masalah harus menyatakan suatu hubungan antara dua atau lebih variabel. Sebagai konsekuensinya dari hal di atas maka rumusan masalah akan merupakan pertanyaan seperti Apakah X berhubungan dengan Y ?
Masalah dapat saja mengenai hubungan antara fenomena-fenomena alam, atau lebih khas lagi mengenai kondisi–kondisi yang mengontrol fakta-fakta dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengetahui dan mengontrol fenomena-fenomena yang sedang diteliti.

1.3 Masalah harus merupakan hal yang penting
Masalah yang dipilih harus mempunyai arti dan nilai baik dalam bidang ilmunya sendiri maupun dalam bidang aplikasi untuk penelitian terapan. Masalah harus ditujukan lebih utama untuk memperoleh fakta serta kesimpulan dalam suatu bidang tertentu. Pemecahan masalah tersebut seyogianya dapat diterbitkan oleh jurnal ilmu pengetahuan dan digunakan sebagai referensi dalam buku-buku tulis.



Masalah harus dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan
Masalah harus dinyataakan secara jelas dan tidak membigunkan dalam bentuk pertannyaann. Misalnya daripada mengatakan” masalahnya adalah ……..”, maka nyatakan masalah dalamm bentuk pertanyaan.. Akan tetapi, perlu diingat, bahwa bukan semua pertanyaan walaupun begitu menarik, merupakan masalah atau pertanyaan ilmiah, karena masalah tersebut tidak dapat di uji. Misalnya pertanyaan: “bagaimana kita tahu ?” ataupun pertanyaan, “apakah pendidikan memperbaiki pengajaran anak-anak ? “ masalah tersebut sangat menarik, tetapi tidak dapat dipakai untuk suatu pengujian.

1.5 Masalah harus dapat di uji atau dapat dinyatakan dalam variabel yang dapat diukur

Masalah harus dapat diuji dengan perlakuan-perlakuan serta data dan fasilitas yang ada. Suatu masalah yang tidak berisi implikasi untuk di uji hubungan-hubungan yang diformulasikan bukanlah suatu masalah ilmiah. Hal yang terakhir ini memberikan implikasi bahwa bukan saja hubungan-hubungan harus dinyatakan secara jelas tetapi juga harus mengandung pengertian bahwa hubungan tersebut harus dinyatakan dalam variabel-variabel yang dapat diukur.

2. Masalah harus fleksibel
Masalah yang dipilih harus mempunyai fisibilitas, yaitu masalah tersebut dapat dipecahkan, ini berarti bahwa:
a. Data serta metode untuk memecahkan masalah harus tersedia
b. Biaya untuk memecahkan masalah, secara relatif harus dalam batas-batas kemampuan.
c. Waktu untuk memecahkan masalah harus wajar
d. Biaya dan hasil seimbang
e. Administrasi dan sponsor harus kuat
f. Tidak bertentangan dengan hukum dan adat

2.1 Data serta metode harus tersedia
Masalah yang dipilih harus mempunyai metode untuk memecahkannya dan harus ada data untuk menunjang pemecahan, data untuk menunjang masalah harus pula mempunyai kebenaran yang standar, dan dapat diterangkan.

2.2 Equipment dan kondisi harus mengizinkan
Masalah yang dipilih harus sesuai dengan equipment dan alat yang tersedia. Walaupun equipmennt, tidak perlu yang muluk serta kompleks, tetapi equipment yang dipunyai haruslah dapat digunakan untuk memecahkan masalah Masalah yang dipilih harus mempunyai equipment untuk kontrol kondisi ataupun untuk mencatat ketepatan.

2.3 Biaya untuk memecahkan masalah harus seimbang
Biaya untuk pemcehan masalah harus selaku dipikirkan dalam memilih masalah. Jika pemecahan masalah di luat jangkauan biaya, maka masalah yang ingin dipilih tidak fisibel sama sekali. Mencocokkan masalah dengan biaya merupakan seni serta keterampilan peneliti.



2.4 Masalah harus didukung oleh sponsor yang kuat
Masalah yang dipilih harus mempunyai sponsor serta administrasi yang kuat. Lebih-lebih lagi bagi penelitian mahasiswa, maka masalah yang dipilih harus diiperkuat dengan adviser, pembimbing ataupun tenaga ahli yang sesuai dengan bidangnya. Dalam penelitian-penelitian besar, maka masalah yang dipilih harus didukung keuangannya oleh sponsor yang kuat.

2.5 Tidak bertentangan dengan hukum dan adat
Masalah yang dipilih harus tidak bertentangan dengan adat istiadat hukum yang berlaku, maupun kebiasaan. Pilihlah masalah yang tidak akan menimbulkan kebencian orang lain. Janganlah memilih masalah yang dapat menimbulkan pertentangan baik fisik maupun itikad. Masalah yang akan menimbulkan kesulitan, pertentangan baik secara individu, ataupun kelompok, haruslah dihindari, demi menjaga kesinambungan profesionalisme dalam meneliti.



3. Masalah harus sesuai dengan kualifikasi peneliti
Masalah yang dipilih, selain mempunyai nilai ilmiah serta fisibel, juga harus sesuai dengan kualifikasi peneliti sendiri, dalam hal ini masalah yang dipilih sekurang-kurangnya: (a) menarik bagi sipeneliti; (b) cocok dengan kualifikasi ilmiah si peneliti

4. 3. Sumber untuk memperoleh masalah
Sumber-sumber masalah dapat diperoleh melalui:

4.3.1. Bacaan
Bacaan–bacaan dapat merupakan sumber dari masalah yang dipilih untuk diteliti dan dapat ditemukan teknik dan metode yang ingin dikembangkan lebih lanjut.

4.3.2. Catatan dan pengalaman pribadi
Catatan pribadi serta pengalaman pribadi sering merupakan sumber dari massalah penelitian. Dalam penelitian ilmu sosial, pengalaman serta catatan pribadi tentang sejarah sendiri, baik kegiatan pribadi ataupun kegiatan profesional dapat merupakan sumber masalah untuk penelitian.
4.3.3. Diskusi – Diskusi ilmiah
Masalah penelitian dapat juga bersumber dari diskusi-diskusi ilmiah, seminar, serta pertemuan- pertemuan ilmiah. Dalam diskusi tersebut seseorang dapat menangkap banyaknya analisis–analisis ilmiah, serta argumentasi–argumentasi profesional yang dapat menjurus pada suatu perumusan baru.

4.4. Cara merumuskan Masalah
Perumusan masalah merupakan titik tolak bagi perumusan hipotesis penelitian, dan dari rumusan masalah dapat menghasilkan topik penelitian, umumnya rumusan masalah harus dilakukan dengan kondisi berikut :
a. Masalah biasanya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
b. Masalah dirumuskan secara operasional (jelas variabel dan cara mengukurnya)
c. Masalah jelas ruang lingkupnya untuk memudahkan penarikan kesimpulan.
d. Rumusan hendaklah jelas, singkat dan bermakna
e. Rumusan masalah harus berisi implikasi adanya data untuk memecahkan masalah
f. Rumusan masalah harus merupakan dasar dalam membuat hipotesis
g. Masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian
Dalam memilih masalah perlu dihindarkan masalah serta rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal ataupun terlalu argumentatif.
Ada 2 cara untuk memformulasikan masalah
1. Dengan menentukan masalah dari teori yang telah ada seperti masalah pada penelitian eksperimental
2. Dari observasi langsung di lapangan seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli sosiologi
Membuat masalah penelitian merupakan hal yang sukar antara lain karena :
a. Tidak semua masalah di lapangan dapat diuji secara empiris
b. Tidak ada pengetahuan atau tidak diketahui sumber atau tempat mencari masalah-masalah
c. Kadang kala si peneliti dihadapkan kepada banyak sekali masalah penelitian, dan si peneliti tidak dapat memilih masalah mana yang lebih baik untuk memilih masalah mana yang lebih baik untuk dipecahkan
d. Adakalanya masalah cukup menarik, tetapi data yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut sukar diperoleh serta
e. Peneliti tidak tahu kegunaan spesifik yang ada dikepalanya dalam memilih masalah


4.5 Jenis Permasalahan
a. Masalah untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena
• Penelitian deskriptif
• Penelitian hipotesis
• Penelitian filosofis
b. Masalah untuk membandingkan dua atau lebih fenomena (problema komparasi)
c. Masalah untuk mencari hubungan antara dua fenomena (problema korelasi)
• Korelasi sejajar
• Korelasi sebab akibat

4.6 Contoh Perumusan Masalah
a. Seberapa besar hasil belajar fisika siswa kelas 3 SMU Negeri Se Sulawesi Selatan
b. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang diajar dengan metode inkuiri dengan metode problem solving pada mata pelajaran IPA siswa SLTP Negeri kelas 1
c. Apakah faktor-faktor penghambat pelaksanaan Kurikulum 2004
d. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar fisika antara siswa yang diajar CTL dengan konvensional
e. Bagaimana pola struktur kristal GaAs yang diendapkan melalui reactor MOCVD
f. Seberapa besar temperatur kritis (Tc) dan rapat arus kritis (Jc) pada superkonduktor Bi2Sr2CaCu2Ox

4.7 Merumuskan Judul (Topik)
Dalam merumuskan judul, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1. Menarik, positif, singkat, spesifik, dan jelas menggambarkan pokok bahasan
2. Mencakup sifat/jenis penelitian, obyek dan subyek penelitian
3. Hindari kata-kata klise dan kata kerja pada awal judul
4. Hindari penggunaan nama latin atau mahluk yang sudah umum
Contoh judul (Topik)
1. Analisis koefisien dielektrik poli (N-Vinilkarbasal)
2. Sintesa dan karakterisasi film tipis YBa2Cu3O7-δ
3. Studi analisis hubungan kemampuan operasi bilangan pecahan dan kemampuan operasi bilangan eksponensial terhadap hasil belajar fisika

4.8 Merumuskan Tujuan
Dalam merumuskan tujuan penelitian, maka perlu diperhatikan sebagai berikut.
1. Tujuan penelitian dinyatakan dengan kalimat pernyataan (kalimat deklaratif)
2. Tujuan harus lebih spesifik/konkrit dibandingkan perumusan masalah yang masih abstrak
3. Perumusan masalah pada dasarnya dipertanyakan, sedangkan tujuan penelitian memberikan jawaban yang ingin dicari. Selanjutnya kesimpulan merupakan jawaban yang diperoleh dari masalah yang dipertanyakan dan tujuan yang dicapai.




BAB V
PENELAAHAN KEPUSTAKAAN

Penelaahan kepustakaan merupakan suatu cara atau proses untuk memahami secara mendalam sumber rujukan yang berupa buku, karangan dan tulisan mengenai suatu bidang ilmu, karena dalam hal ini yang akan diteliti mengenai masalah tertentu, maka pendalaman dan kajian yang lebih harus sesuai dengan permasalahan tersebut.
Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep, generalisasi-generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Landasan ini perlu ditegakkan agar penelitian yang akan dilakukan itu mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar coba-coba (trial and error). Untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yang disebutkan diatas itu orang harus melakukan penelaahan kepustakaan. Memang pada umumnya lebih dari lima puluh persen kegiatan dalam seluruh proses penelitian itu adalah membaca. Karena itu, sumber bacaan merupakan bagian penunjang penelitian yang esensial.
Suatu penelitian dilakukan karena adanya suatu masalah yang sulit atau tidak dapat dipecahkan, maka dalam mengungkap suatu masalah yang agak sulit itu maka diperlukan berbagai data-data yang akurat dalam menyelidikinya, data-data yang diperlukan ini harus sesuai dengan persoalan yang akan dijawab. Dan untuk lebih memudahkan agar proses penelitian dapat dijalankan dengan lancar, maka diperlukan berbagai sumber yang nilai kebenarannya jelas, misalnya sumber bacaan dari berbagai macam buku yang relevan dengan hal yang akan diteliti.
Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Sumber acuan umum
Pada sumber acuan umum ini yang dikemukakan seperti teori-teori dan konsep-konsep berupa kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia monograf dan sejenisnya.
b. Sumber acuan khusus
Hasil-hasil penelitian terdahulu, umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan khusus, yaitu kepustakaan yang berwujud jurnal, buletin penelitian, tesis, disertasi dan lain-lain sumber yang memuat laporan hasil penelitian.
Dalam penelitian ini perlu diingat bahwa dalam mencari sumber bacaan ini perlu pilih-pilih (selektif), artinya tidak semua yang dikemukakan lalu ditelaah. Kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan itu adalah:
a). Prinsip kemukhtahiran dalam melakukan suatu penelitian adalah merupakan hal yang sangat penting, karena dalam penelitian itu diharuskan untuk dapat menemukan hal-hal yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam pemilihan sumber yang dirasakan nilai kebenarannya masih berlaku dan diterima oleh masyarakat serta belum terbantahkan oleh suatu teori baru.


b). Prinsip relevansi (relevance)
Satu hal yang perlu diperhatikan juga dalam memilih bahan rujukan dari sebuah penelitian yang akan dilaksanakan adalah prinsip relevansi. Yang dimaksudkan prinsip relevansi disini adalah kesesuaian antara bahan rujukan atau sumber dengan masalah yang sedang diteliti. Walaupun suatu disiplin ilmu dirasakan penemuan terbaru dan diterima oleh masyarakat luas, akan tetapi tidak berhubungan dengan hal yang diteliti maka disiplin ilmu tersebut tidak dapat digunakan.
Dari teori-teori atau konsep-konsep umum dilakukan pemerincian atau analisis melalui pengajaran deduktif, sedangkan dari hasil-hasil penelitian dilakukan pamaduan atau sintesis dan generalisasi melalui penalaran induktif. Proses deduksi dan induksi itu dilakukan secara interaktif, dan dari deduksi dan induksi yang berulang-ulang itu diharapkan dapat dirumuskan jawaban terhadap masalah yang telah dirumuskan, yang paling mungkin dan paling tinggi taraf kebenarannya, jawaban inilah yang dijadikan hipotesis penelitian.
Sebagian besar kegiatan dalam keseluruhan proses penelitian adalah membaca, dan membaca itu hampir seluruhnya terjadi pada langkah penelaahan kepustakaan ini. Orang harus membaca dan membaca, dan menelaah yang dibaca itu setuntas mungkin agar dia dapat menegakkan landasan yang kokoh bagi langkah berikutnya. Membaca merupakan keterampilan yang harus dikembangkan dan dipupuk. Untuk itu kegemaran harus dibuat membudaya, membaca harus merupakan kegemaran, bahkan akhirnya harus merupakan kebutuhan.


BAB VI
PERUMUSAN HIPOTESIS

6.1 Defenisi
Hipotesis berasal dari bahasa hypo yang berarti lemah dan thesis berarti pernyataan atau pendapat. Hipotesis tidak lain adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara implisit.
Adapun defenisi Hipotesis menurut Trelease (1960) adalah “suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati”. Sedangkan Good and Scates (1954) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang dapat diamati atau kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya.
Secara teoritis, hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya.
Secara teknis, hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sample penelitian.
Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan partameter yang akan diuji melalui statistik sampel.
Secara implisit, hipotesis juga menyatakan prediksi. Misalnya hipotesis yang menyatakan bahwa metode diskusi lebih baik dari metode ceramah, secara implisit mengandung prediksi bahwa kelas-kelas yang akan diajar terutama dengan metode diskusi akan lebih baik hasil belajarnya dari pada kelas yang diajar dengan metode ceramah.

6.2 Manfaat Hipotesis
Adapun kegunaan hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Mengarahkan penelitian pada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai berai tanpa koordinasi kedalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyusuaian dengan fakta.
Tinggi rendahnya kegunaan hipotesis sangat bergantung dari:
1. Pengamatan yang tajam dari sipeneliti
2. Imajinasi serta pemikiran kreatif dari sipeneliti.
3. Kerangka analisis yang digunakan oleh sipeneliti.
4. Metode serta desain penelitian yang dipilih oleh sipeneliti.

6.3 Ciri-ciri Hipotesis
1. Hipotesis harus menyatakan hubungan.
2. Hipotesis harus sesuai dengan fakta.
3. Hipotesis harus berhubungan dengan ilmu serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan.
4. Hipotesis harus dapat diuji
5. Hipotesis harus sederhana.
6. Hipotesis harus bisa menerangkan fakta.
6.4 Jenis-jenis Hipotesis
1. Hipotesis berdasarkan kategori rumusan-nya.
a. Hipotesis nihil (Ho/Null Hypotheses)
Hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan atau pengaruh antara variabel dengan variabel lain.
b. Hipotesis alternatif (Ha/alternative Hypotheses)
Hipotesis yang menyatakan adanya hubungan atau pengaruh antara variabel dengan varibel lain.
2. Hipotesis berdasarkan sifat variabel yang akan diuji
a. Hipotesis tentang hubungan
Hipotesis yang menyatakan tentang saling hubungan antara dua variabel atau lebih.
1) Hubungan sejajar tidak timbal balik.
Contoh: Hubungan antara kemampuan Fisika dengan Kimia
2) Hubungan sejajar timbal balik.
Contoh: Hubungan antara tingkat kekayaan dengan kelancaran usaha.
3) Hubungan sebab akibat, tetapi tidak timbal balik.
Contoh: Hubungan antara waktu Proses Belajar Mengajar (PBM) dengan kejenuhan mahasiswa.
b. Hipotesis tentang perbedaan
Hipotesis yang menyatakan perbedaan dalam variabel tertentu pada kelompok yang berbeda (mendasari penelitian komparatif dan eksperimen)
Contoh:
1) ada perbedaan hasil belajar siswa SMA antara yang diajar dengan metode ceramah dan tanya jawab (CT) dan metode diskusi (penelitian eksperimen)
2) ada perbedaan hasil belajar siswa SMA antara yang berada dikota (penelitian komparatif).
3. Hipotesis berdasarkan keluasan atau lingkup variabel yang diuji
a. Hipotesis Mayor
Hipotesis yang mencakup kaitan seluruh variabel dan seluruh subyek penelitian.
b. Hipotesis Minor
Ada hubungan antara Keadaan Sosial Ekonomi (KSE) orang tua dengan hasil belajar siswa SMA.
Contoh hipotesis minornya:
1) Ada hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan hasil belajar siswa SMA.
2) Ada hubungan antara kekayaan orang tua dengan hasil belajar siswa SMA.

6.5 Menggali dan Merumuskan Hipotesis
Menggali dan merumuskan hipotesis mempunyai seni tersendiri. Sipeneliti harus sanggup memfokuskan permasalahan sehingga hubungan yang terjadi dapat diterka. Dalam menggali hipotesis, si peneliti harus:
1. Mempunyai banyak informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dengan jalan banyak membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.
2. Mempunyai kemampuan untuk memeriksa keterangan tentang tempat-tempat, objek-objek serta hal-hal yang berhubungan satu sama lain dalam fenomena yang sedang diselidiki.
3. Mempunyai kemampuan untuk meng-hubungkan suatu keadaan dengan keadaan lainnya yang sesuai dengan kerangka teori ilmu dan bidang yang bersangkutan.
Dalam memformulasikan atau merumuskan hipotesis, hubungan berikut dapat dijadikan model untuk memudahkan rumusan: “suatu hipotesis dapat menegaskan bahwa sesuatu adalah kasus dalam suatu keadaan, dimana suatu obejek tertentu, seseorang, situasi atau kejadian mempunyai suatu ciri tertentu”.
Good and Seates (1954) memberikan bebrapa sumber untuk menggali hipotesis:
1. Ilmu pengetahuan dan pengertian yang mendalam
2. Wawasan serta pengertian yang mendalam tentang suatu wawasan
3. Imajinasi atau angan-angan.
4. materi bacaan dan literature.
5. pengetahuan tentang kebiasaan atau kegiatan dalam daerah yang sedang diselidiki
6. data yang tersedia
7. Analogi atau kesamaan
Merumuskan hipotesis bukanlah hal mudah seperti sudah disingung sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) penyebab kesukaran dalam memfomulasikan hipotesis:
1. Tidak adanya kerangka teori atau pengetahuan tentang kerangka teori yang jelas.
2. Kurangnya kemampuan untuk menggunakan kerangka teori yang sudah ada.
3. Gagal berkenalan dengan teknik-teknik penelitian yang ada untuk dapat merangkaikan kata-kata, dalam membuat hipotesis secara benar.
Hipotesis dirumuskan berdasarkan hasil telaah pustaka, dengan demikian rumusan hipotesis harus sejalan dengan hasil telaah pustaka. Disamping itu hipotesis harus relevan dengan masalah penelitian, karena hipotesis mempunyai makna sebagai jawaban sementara atas masalah penelitian. Berdasarkan hasil telaah pustaka rumusan hipotesis berbentuk:
1. Hipotesis nihil, disingkat Ho, merupakan hipotesis statistik (statistical hypotesis) yang berkaitan tidak ada hubungan, pengaruh atau perbedaan. Yang dimaksud dengan tidak ada ini bukan berarti 0 (kosong), karena dalam statistik dikaitkan dengan kebermaknaan (signifikansi) hubungan atau perbedaan, sehingga pernyataan tidak ada hubungan (dalam korelasi) artinya hubungan dalam variabel-variabel itu tidak bermakna (there is not significant relationship) begitu pula makna tidak ada pengaruh dimaksudkan bahwa pengaruh itu tidak bermakna (not significant).
2. Hipotesis altenatif disingkat Ha; merupakan hipotesis penelitian. Dikatakan hipotesis alternative karena terdapat beberapa kemungkinan sehubungan dengan hubungan, pengaruh atau perbedaan. Hipotesis alternative diajukan sesuai dengan arah dukungan yang dihasilkan dari telaah/kajian pustaka. Hasil kajian pustaka dapat memunculkan hipotesis:
a. Alternatif 1, ada hubungan positif antara variabel X dan Y arah positif
b. Alternatif 2, ada hubungan negatif antara variabel X dan Y arah negatif.
c. Alternatif 3, ada hubungan antara variabel X dan Y tidak berarah.
Hipotesis alternatif 1 dan 2 merupakan hipotesis berarah dan hipotesis alternatif 3 adalah hipotesis tidak berarah. Pentingnya rumusan hipotesis berarah dan tidak berarah, antara lain adalah:
1) menunjukkan kemantapan peneliti dalam telaah pustaka
2) menunjukkan kriteria penggunaan tabel statistik dalam menetapkan uji hipotesis.
Hipotesis berarah menggunakan tabel dengan kriteria uji satu ekor dan hipotesis tak berarah menggunakan kriteria uji dua ekor. Kreteria tersebut akan tampak pada batas nilai kritis dalam menetapkan ditolaknya Ho.








Penelitian yang tidak mengajukan masalah penelitian, tetapi hanya mengajukan pertanyaan penelitian, tidak perlu mengajukan hipotesis .
Hipotesis yang dibentuk dengan suatu pernyataan tentang frekuensi kejadian atau hubungan antar variabel. Dapat dinyatakan bahwa sesuatu terjadi dalam suatu bagian dari seluruh waktu atau suatu gejala diikuti oleh gejala lain atau sesuatu lebih besar atau lebih kecil dari yang lain. Biasa juga dikatakan tentang korelasi satu dengan yang lain.












Bagan 6.2. Proses Perumusan


Hipotesis
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam merumuskan dan mengajukan hipotesis, yaitu:
1. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan padat serta spesifik
2. Hipotesis sebaiknya dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan.
3. Hipotesis sebaiknya menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat diukur
4. Hipotesis hendaknya dapat diuji
5. Hipotesis sebaiknya mempunyai kerangka teori
6. Menggambarkan kondisi umum atau kondisi populasi
Hipotesis dapat kita bagi sebagai berikut.
1. Hipotesis perbedaan dan hubungan
Hipotesis dapat kita bagi dalam melihat apakah pernyataan sementara yang diberikan adalah hubungan atau perbedaan.
Hipotesis hubungan adalah hipotesis yang menyatakan tentang saling hubungan antara dua variabel atau lebih yang mendasari teknik korelasi ataupun regresi.
Hipotesis perbedaan adalah hipotesis yang menyatakan adanya ketidaksamaan antar variabel tertentu disebabkan oleh adanya pengaruh variabel yang berbeda-beda. Hipotesis ini mendasari teknik penelitian yang komparatif.
Hipotesis tentang hubungan dan perbedaan merupakan hipotesis hubungan analisis. Hipotesis ini, secara analisis menyatakan hubungan atau perbedaan satu sifat dengan sifat yang lain.
2. Hipotesis kerja dan hipotesis nul.
Hipotesis kerja mempunyai rumusan dengan implikasi alternatif didalamnya. Hipotesis kerja biasanya diuji untuk diterima dan dirumuskan oleh peneliti-peneliti ilmu sosial dalam desain yang non eksperimental. Dengan adanya hipotesis kerja, sipeneliti dapat bekerja lebih mudah dan terbimbing dalam memilih fenomena yang relevan dalam rangka memecahkan masalah penelitian. Dalam hipotesis nul ini selalu ada implikasi “Tidak ada Beda”. Hipotesis ini biasa diuji dengan menggunakan statistika, seperti yang biasanya dinyatakan, hipotesis nul biasanya ditolak. Dengan menolak hipotesis nul maka menerima hipotesis berpasangan yang disebut Hipotesis Alternatif.
3. Hipotesis Lokal dan Common Sense.
Hipotesis yang menyatakan hubungan kompleks dinamakan hipotesis jenis lokal. Tujuannya untuk menguji adanya hubungan logis antara keseragaman-keseragaman pengamalan emperis. Misalnya tentang hubungan jenis tanaman A dengan dengan jenis tanah A* dan jenis tanaman B dan jenis tanah B*. Jika kita perinci hubungan ideal diatas, misalnya dengan mencari hubungan dengan varietas-varietas tanaman A saja, maka kita memformulasikan hipotesis analisis. Hipotesis acapkali menyatakan terkaan tentang dalil dan pemikiran bersahaja dan akal sehat (common sense). Hipotesis ini biasanya menyatakan hubungan keseragaman kegiatan terapan. Contohnya hipotesis sederhana tentang produksi dan status pemilihan tanah.
BAB VII
IDENTIFIKASI DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Variabel dapat diartikan suatu konsep yang memiliki nilai ganda, atau dengan perkataan lain suatu faktor yang jika diukur akan menghasilkan skor yang bervariasi. Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi obyek penelitian. Menurut Fraenkel dan Wallen (1990 : 36) variabel adalah suatu konsep benda yang bervariasi.
Dalam persiapan metodologis untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti harus memastikan variabel-variabel itu. Peneliti sekali lagi harus mengidentifikasi variabel-variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitiannya. Variabel-variabel itu selanjutnya harus diklasifikasikan dan didefinisikan secara operasional. Sebagai kelanjutan dari definisi operasional itu perlu pula ditunjuk alat pengambil data (instrumen) yang akan digunakan.


7.1 Mengidentifikasi Variabel
Sebagaimana diketahui bahwa variabel penelitian itu dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti, maka apa yang merupakan variabel dalam suatu penelitian ditentukan oleh landasan teoritisnya, dan ditegaskan oleh hipotesis penelitiannya, karena itu apabila landasan teoritisnya berbeda, variabel-variabel penelitiannya juga akan berbeda. Jumlah variabel yang dijadikan obyek pengamatan akan ditentukan oleh spesifikasi rancangan penelitiannya. Makin sederhana sesuatu rancangan penelitian akan melibatkan variabel-variabel yang makin sedikit jumlahnya dan sebaliknya.
Kecakapan mengidentifikasi variabel penelitian adalah keterampilan yang berkembang karena latihan dan pengalaman, kecuali dengan melakukan penelitian, keterampilan ini juga dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan seminar mengenai usulan penelitian. Partisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan seminar yang demikian itu akan mempercepat berkembangnya keterampilan itu.
Beberapa jenis variabel penelitian antara lain, adalah :
1) Variabel dilihat dari hasil pengukuran
Variabel dapat dibedakan berdasarkan hasil pengukuran, yaitu variabel berskala nominal, ordinal, interval dan ratio.
a. Variabel berskala nominal, adalah variabel yang menunjukkan label yang hanya mampu membedakan antara ciri atau sifat unit satu dengan yang lainnya. Variabel bersifat diskrit dan saling pilah (mutually exclusive) antara kategori yang satu dengan kategori yang lain. Contohnya adalah jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan. Variabel ini memiliki jenjang bertingkat. Jadi pengertian lebih tinggi atau lebih rendah dalam hal ini tidak berlaku. Apalagi untuk diukur jarak perbedaan antara kedua ciri itu serta diperbandingkannya, pada variabel nominal tidak mungkin.
b. Variabel berskala ordinal, adalah variabel yang tersusun berdasarkan jenjang atribut tertentu. Variabel ordinal memiliki variabel bertingkat yang menunjukkan urutan (order). Urutan ini menggambarkan adanya gradasi atau peringkat, jarak tingkat yang satu dengan tingkat lainnya tidak dapat diketahui dengan pasti. Contohnya hasil perlombaan inovatif produktif diantara para mahasiswa, rangking mahasiswa dalam sesuatu mata kuliah, rangking dalam sesuatu perlombaan mengarang dan sebagainya.
c. Variabel berskala interval, adalah variabel yang skala pengukurannya memiliki jarak yang konsisten atau memiliki satuan atau unit tertentu. Contohnya prestasi belajar, sikap terhadap suatu program dinyatakan dalam skor, penghasilan dan sebagainya. Variabel yang berskala nominal mempunyai sifat dapat membedakan antara unit satu dengan yang lain, menunjukkan peringkat, dan memiliki jarak yang tepat. Namun pada variabel berskala interval tidak memiliki titik nol mutlak, sehingga skor-skor yang ada tidak bersifat tandingan (ratio).
d. Variabel ratio, adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol mutlak, variabel yang berskala ratio dapat menunjukkan sifat perbandingan, seperti hasil pengukuran berat badan. Di dalam penelitian, terlebih-lebih dalam penelitian dibidang ilmu-ilmu sosial, orang jarang menggunakan variabel ratio.
2) Variabel dilihat dari sifatnya
Dilihat dari sifatnya variabel dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Variabel aktif, adalah variabel yang memungkinkan untuk dimanipulasi atau diubah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh peneliti, contoh: metode mengajar
b. Variabel atribut, adalah variabel yang sifatnya tetap dan dalam kondisi yang wajar, sifat-sifat itu sukar diubahnya. Variabel ini identik dengan variabel nominal, contohnya : jenis kelamin, jenis sekolah, tempat tinggal dan sebagainya.
3) Variabel dilihat dari peranannya
Jenis variabel ditinjau dari fungsinya dalam penelitian adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas (independent variable), yang dapat dibedakan menjadi beberapa macam variabel, yaitu variabel moderator, terkendali dan variabel random.
b. Variabel tak bebas atau tergantung/terikat (dependent variable)
c. Variabel perantara (intervening variable)
Untuk mengklasifikasi variabel berdasarkan peranannya, orang cenderung memulai dengan mengidentifikasi variabel terikatnya (dependent variable). Hal ini terjadi karena variabel-variabel terikat yang menjadi titik pusat permasalahan, sehingga peneliti sering juga menyebutnya sebagai variabel kriterium. Contohnya dalam bidang pendidikan adalah prestasi belajar sebagai pokok persoalannya (sebagai variabel terikat). Variabel terikat tersebut tergantung kepada banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut sebagai variabel bebas. Satu atau lebih variabel bebas tersebut yang akan dipelajari pengaruhnya terhadap variabel terikat. Contoh variabel terikatnya adalah prestasi belajar dan variabel bebasnya dapat berupa metode mengajar.
Disamping metode mengajar masih banyak variabel yang mempengaruhi prestasi belajar, misalnya: jenis kelamin, (kalau peneliti memperhitungkan pengaruh jenis kelamin dalam penelitiannya). Jenis kelamin tersebut berperan sebagai variabel moderator. Umur juga mempengaruhi prestasi belajar anak. Jika peneliti menetralisir umur tertentu saja, maka variabel umur berperan sebagai variabel terkendali. Kemudain variabel-variabel lain yang masih banyak jumlahnya yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, tetapi dianggap tidak menimbulkan pengaruh yang berarti, sehingga variabel tersebut diabaikan dalam penelitian. Variabel yang diabaikan pengaruhnya itu disebut rambang. Dalam contoh model diatas yang menjadi variabel interverning adalah proses belajar mengajar yang terjadi pada diri subjek yang diteliti.


7.2 Merumuskan Definisi Operasional Variabel (DOV)
Setelah variabel-variabel diidentifikasi dan diklasifikasikan, maka variabel-variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional. Ini perlu, karena definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan.
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi). Konsep dapat diamati atau diobservasi. Ini penting, karena hal yang dapat diamati itu membuka kemungkinan bagi orang lain selain peneliti untuk melakukan hal yang serupa, sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain.
Tentang caranya menyusun definisi operasional itu bermacam-macam sekali. Namun, untuk memudahkan pembicaraan, cara yang bermacam-macam itu dapat dikelompokkan 3 macam yang berturut-turut disebut definisi-definisi Pola I, Pola II dan Pola III.
1) Definisi Pola I, yaitu definisi yang disusun berdasarkan atas kegiatan-kegiatan (operation) yang harus dilakukan agar hal yang didefinisikan terjadi. Contohnya frustrasi adalah keadaan yang timbul sebagai akibat tercegahnya pencapaian hal yang sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai.
Definisi Pola I ini, yang menekankan operasi atau manipulasi apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan keadaan atau hal yang didefinisikan, terutama berguna untuk mendefinisikan variabel bebas.
2) Definisi Pola II, yaitu definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu beroperasi. Contohnya orang cerdas adalah orang yang tinggi kemampuannya dalam memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan bilangan.
3) Definisi Pola III, yaitu definisi yang dibuat berdasar atas bagaimana hal yang didefinisikan itu nampaknya. Contohnya prestasi aritmetika adalah kompetensi dalam bidang aritmetika yang meliputi menambah, mengurangi, memper-banyak, membagi, mengunakan pecahan desimal. Seringkali dalam membuat definisi operasional Pola III ini peneliti menunjuk kepada alat yang digunakan untuk mengambil datanya.
Setelah definisi operasional variabel-variabel penelitian selesai dirumuskan, maka prediksi yang terkandung dalam hipotesis telah dioperasionalkan. Jadi peneliti telah menyusun prediksi tentang kaitan berbagai variabel penelitiannya itu secara operasional, dan siap uji melalui data empiris.


BAB VIII
POPULASI DAN SAMPEL


8.1 Defenisi Populasi dan Sampel
A. Defenisi Populasi
Meskipun istilah populasi tidak asing lagi, tapi maknanya kadang kala masih rancu. Terutama bagi mereka yang baru belajar metodologi penelitian. Agar ada pengertian yang tidak berbeda dibawah ini disajikan beberapa defenisi dan pengertian populasi dalam kaitannya dengan penelitian.
Ary D. dalam Furchan A. (1982: 189) menyatakan: “Populasi dirumuskan sebagai semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas”.
Secara defenitif, populasi diartikan sebagai suatu keseluruhan, manusia, binatang, rumah, buah-buahan, dan semacamnya, yang paling sedikit memiliki karakteristik atau ciri tertentu yang sama.
Dari defenisi-defenisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa: Populasi semua/seluruh objek yang diselidiki dapat berupa individu, orang, kejadian/peristiwa, atau objek lainnya yang telah dirumuskan secara jelas. Dengan demikian populasi dapat berupa benda hidup atau benda mati, manusia atau bukan manusia, suatu proses, peristiwa, kejadian lain-lain.

B. Defenisi Sampel
Berikut ini akan dikemukakan beberapa rumusan tentang sampel kemudian akan ditarik suatu pengertian yang dikandungnya, yang merupakan ciri sampel sehingga daapat membedakannya dengan populasi.
Suharsimi, A., (1986: 110) menyatakaan: Sampel adalah pembagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel jika kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel.
Dalam kamus Wojowasito, dkk., (1980: 185) menyebutkan bahwa: kata sampel berasal dari sampel yang berarti contoh untuk mengambil contoh.
Dari rumusan-rumusan diatas dapat ditemukan karakteristik suatu sampel adalah:
a. Suatu contoh atau wakil atau bagian dari suatu populasi.
b. Sebagian dari populasi ini harus benar-benar mewakili (refresentatif) populasi. Disebut refresentatif karena sampel berisikan elemen-elemen atau unsur-unsur yang hakiki dari populasi.
c. Sampel penelitian digunakan jika peneliti ingin menggeneralisasikan hasil penelitian (sampel untuk populasi).
Telah dibahas penelitian populasi dan tidak menutup kemungkinan mengadakan penelitian sampel. Ada beberapa alasan yang dapat digunakan pedoman penelitian sampel. Misalnya karena berbagai keterbatasan, biaya, waktu dan tenaga, serta keterbatasan secara teknis, yaitu yang tidak mungkin peneliti semua anggota (wilayah, objek, subjek). Penelitian sampel dapat dibenarkan untuk kepentingan generalisasi sejauh sampel tersebut sungguh-sungguh dapat mewakili populasi. Dan yang lebih membantu lagi adalah dapat digunakannya rumus-rumus statistik inferensial untuk keperluan generalisasi.

8.2 Fungsi Populasi dan Sampel
A. Fungsi Populasi
Dalam suatu kegiatan penelitian penentuan populasi yang jelas sangat besar manfaatnya. Dibawah ini dikemukakan 6 macam kegunaan populasi.
Berdasarkan populasi dapat:
1) Ditentukan secara pasti luas wilayah daerah yang tercakup dalam penelitian.
2) Ditentukan secara pasti banyaknya subyek yang tercakup dalam penelitian.
3) Ditentukan secara pasti apakah suyek yang diteliti bersifat homogen atau hydrogen.
4) Digunakan untuk memperkirakan besarnya dana, lamanya penelitian, jumlah penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data, sarana dan prasarana yang diperlukan, transportasi, perizinan, dan lain-lain.
5) Digunakan untuk menetukan sample yang refresentatif (sungguh-sungguh dapat mewakili populasi).
6) Dapat memperoleh data seperti apa adanya yang terjadi di lapangan (data emperik).
Melakukan penelitian populasi, yaitu penelitian yang melibatkan seluruh obyek untuk didata secara lengkap dengan baik, tetapi jenis penelitian jenis ini ada beberapa kelemahannya, kelemahan yang dimaksud adalah:
1) penelitian populasi memerlukan waktu yang relatif lama bila dibandingkan penelitian sampel, dan ada kemungkinan hasil yang didapatkan sudah tidak relevan lagi karena datanya sudah kadaluarsa.
2) Penelitian populasi memerlukan tenaga, dana, sarana dan prasarana yang lebih banyak dan kompleks, dibanding dengan penelitian sampel.


B. Fungsi Sampel
Dalam penelitian ilmiah, pelaksanaan penelitian terhadap sampel yang sangat penting artinya. Disamping sangat menguntungkan dalam upaya (1) mempertinggi kecermatan dan ketelitian, (2) mempercepat pelaksanaan penelitian terutama dalam proses pengumpulan dan analisis data, (3) menghemat biaya, tenaga, serta (4) berguna dalam hal membatasi akibat buruk (negative) yang tidak diinginkan, akibat dari perlakuan (treatment) dalam pelaksanaan eksperimen yang mungkin bisa terjadi.
a. Mempertinggi ketelitian
Ketelitian adalah modal utama dan sangat penting dalam pelaksanaan penelitian. Faktor yang mempengaruhi ketelitian sesorang peneliti bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah kelelahan. Kiranya dapat mengerti bahwa jika pengamatan dan atau wawancara dilakukan pada obyek yang sedikit akan lebih teliti dibandingkan jika peneliti melakukan pengamatan terhadap obyek yang lebih banyak.
b. Mempercepat penelitiaan
Kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data (klasifikasi dan analisis) perlu dilakukan dengan cermat dan tuntas. Untuk pengumpulan data dari sejumlah besar sumber data akan memerlukan waktu yyang cukup banyak, dengan demikian pengumpulan dan pengolahan data yang jumlahnya lebih sedikit akan menghemat waktu dan cepat selesai.
c. Menghemat Biaya dan tenaga
Seperti yang telah diutarakan pada bagian (b), penelitian sampel akan lebih cepat diselesaikan bila dibandingkan dengan pelaksanaan penelitian terhadap populasi. Hal ini akan sangat menghemat biaya yang akan diperlukan, karena masalahnya berkaitan dengan jumlah tenaga yang diperlukan untuk pelaksanaan pengumpulan data lebih sedikit. Dengan membatasi responden (sumber data), berarti akan menghemat bahan dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, seperti banyaknya lembar kuesioner dan lain-lain. Begitu pula dalam hal penggunaan komputer untuk memproses dan menganalis data, data yang diolah jumlahnya lebih sedikit, hal ini tentu saja akan mengurangi biaya operasinal untuk kepentingan pengguna-an komputer.
d. Memperkecil Kerugian
Pelaksanaan eksperimen dalam bidang ilmu sosial dan pendidikan melibatkan manusia untuk diberi pelakuan sebagai “obyek” percobaan. Apabila perlakuan yang diberikan ternyata tidak atau kurang mengena, atau dengan perkataan lain terjadi kesalahan perlakuan maka akan membawa akibat yang merugikan bagi “obyek coba”. Pelaksanaan eksperimen yang telah membatasi jumlah sampel berarti pula membatasi akibat buruk/negatif yang mungkin terjadi sehubungan dengan perlakuan tersebut. Merehabilitasi kesalahan pada sejumlah kecil sampel tertentu saja akan lebih mudah dibandingkan jika hal yang sama terjadi pada subyek yang lebih besar jumlahnya.
Dengan tujuan dan arti pentingnya penelitian sampel. Dengan pertimbangan tersebut di atas kiranya sangat beralasan jika penelitian yang dilakukan didalam kehidupan masyarakat (bidang ilmu sosial dan pendidikan) dikenakan pada sampel bukan pada populasi. Penelitian sampel ini menentukan nilai-nilai sampel sebagai estimator populasi dan atau memfungsikan informasi/data sampel untuk menyelesaikan masalah yang ada pada populasi (uji hipotesis).

8.3 Teknik Pengambilan sampel
Ada dua cara untuk mendapatkan sampel yang refresentatif, yaitu dengan menggunakan teknik random sampling dan teknik non random sampling.
A. Teknik random sampling
Yang dimaksud teknik random sampling, jika sampel dan populasi secara random atau acak atau tanpa pandang bulu. Dalam random sampling semua individu dalam populasi baik secar sendiri-sendiri maupun bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dimiliki menjadi anggota sampel (Sutrisno Hadi, 1991) prosedur yang digunakan untuk menentukan sampel dapat menggunakan tiga cara, yaitu cara undian, cara bilangan ordinal, dan cara randomisasi (diambil dari bilangan random).
Hal yang perlu diperhatikan pengambilan sampel secara acak ini jika keadaan populasi bersifat homogen.
Sampel yang diambil dari suatu populasi secara acak disebut sampel acak. Tujuan dan teknik acak adalah:
1) Dengan sampel acak memungkinkan diperoleh data penelitian yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi yang luas dengan kemelesatan yang terbatas (minim).
2) Dengan sampel acak memungkinkan peneliti mengaplikasikan simpulan statistik, dan hal itu berarti peneliti dapat menarik simpulan statistik tentang nilai-nilai parameter populasi seperti rata-rata, simpangan baku, dan varians.
3) Dengan sampel dapat diperoleh kelompok-kelompok sampel yang homogen satu sama lain, sehingga tidak perlu dilakukan pengijian homogenitas antar kelompok sampel.

B. Teknik Non Random Sampling
Disebut dengan teknik non random sampling karena teknik ini digunakan untuk menentukan sampel tidak dengan acak. Hal tersebut dilakukan karena populasinya heterogen (populasi memiliki sejumlah banyak karakter atau ciri-ciri). Ada banyak cara untuk mengambil sampel dengan teknik non random, yaitu dengan stratified sampling, cluster sampling, proportional sampling, quota sampling dan area sampling.

C. Stratified Sampling
Teknik ini digunakan bila diyakini bahwa populasinya terdapat strata-strata/tingkatan-tingkatan/lapisan-lapisan yang mempengaruhi variabel. Misalnya variabel tentang kehadiran kuliah mahasiswa. Bila diyakini bahwa kehadiran mahasiswa mengikuti kuliah dipengaruhi oleh tingkatan/angkatan kuliah, strata ekonomi, strata pendidikan, maka teknik yang digunakan untuk menentukan sampel sebaiknya teknik stratified sampling.

D. Cluster Sampling
Teknik digunakan bila diyakini bahwa populasinya terdapat kelompok-kelompok/rumpun-rumpun yang mempengaruhi variabel penelitian. Misalnya variabel perilaku sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Bila diyakini bahwa perilaku sesorang dipengaruhi oleh latar belakang pekerjaan, seperti kelompok pegawai negeri, pegawai swasta, ABRI, pendidik/guru, petani, pedagang, nelayan, dan lain-lain. Sebaiknya teknik yang digunakan untuk mengambil sampel adalah teknik cluster sampling.

E. Quota Sampling
Teknik ini digunakan jika jumlah subjek yang akan dijadikan sampel telah ditetapkan terlebih dahulu, berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik ini banyak kelemahan, karena: (a) tidak memenuhi persyaratan sampel yang refresentatif, (b) tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam teori probabilitas, (c) tidak ada dasar penentuan kriterium penentuan sampel secara tegas/eksplisit, dan (d) bila hasilnya untuk kepentingan generalisasi sangat diragukan ketepatannya.

F. Area Sampling
Teknik ini digunakan didasarkan keadaan daerah/wilayah penelitian misalnya, variabel penelitiannya tentang: Motivasi belajar. Bila peneliti yakin bahwa motivasi belajar dipengaruhi oleh daerah atau lingkungan dimana siswa bertempat tinggal. Tempat tinggal dapat dikelompokkan menjadi tiga wilayah yakni (a) wilayah pinggiran, (b) wilayah antara pinggiran dan tengah kota, (c) wilayah tengah pusat kota. Teknik sampling yang digunakan adalah Area Sampling.

G. Proportional Sampling
Pengambilan sampel secara proporsional atau berimbang didasarkan atas realitas yang ada dilapangan. Biasanya setelah diketahui adanya strata tertentu sebagai realitas populasi yang terdapat dilapangan, baru kemudian dilanjutkan dengan menentukan banyaknya subyek secara proporsional atau berimbang pada setiap strata atau rumpun.

8.4 Tahapan Mengkonstruksi Sampel
Moor menjelaskan bahwa dalam penelitian ilmu-ilmu sosial secara umum dalam memilih sampel dimulai dengan menentukan populasi secara transparan/jelas tentang keluasan serta kedalamannya. Kemudian, menentukan ciri-ciri/karakteristik khususnya yang terdapat dalam populasi, dimana karakteristik tersebut mempunyai pengaruh terhadap variabel penelitian. Misalnya karakteristik khusus yang berpengaruh terhadap perilaku sesorang adalah umur, jenis kelamin, suku/ras, status pekerjaan, satus sosial ekonomi, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, agama, tingkat pendapatan, tempat tinggal, kedudukan dalam masyarakat, efesiensi politik, dan lain sebagainya. Setelah mengidentifikasi dan menentukan besarnya sampel. Yang utana besarnya sampel harus benar-benar mencerminkan karakteristik populasi. Berdasarkan demografi karakteristik populasi inilah populasi, berdasarkan demografi karakteristik populasi inilah ditentukan sampel penelitian, dengan maksud agar supaya sampel yang diambil mewakili populasi. Langkah terakhir adalah memilih obyek yang refresentatif mewakili populasi.


8.5. Menentukan Besarnya Sampel Penelitian
Secara teknis, besarnya sampel tergantung pada ketepatan yang diinginkan peneliti dalam menduga populasi pada taraf kepercayaan tertentu. Hal ini digunakan jika analisis yang kita gunakan, menggunakan analisis inferensial. Oleh karena sampai sekarang belum ada kesepakatan tentang besarnya sampel, maka pemahaman yang terbaik adalah dengan menggunakan sampel yang sebanyak-banyaknya. Karena sampel yang besar mempunyai kemungkinan mewakili populasi lebih refresentatif jika dibandingkan dengan sampel kecil, selain juga mengembangkan homogenitas atau heteregenitas populasi.
Meskipun demikian beberapa penulis statistik menyarankan agar peneliti mengambil sampel kecil paling sedikit 30 individu, karena jumlah tersebut memungkinkan digunakan analisis statistik yang lebih teliti. Untuk kepentingan eksperimen hendaknya setiap kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) sedikitnya masing-masing 30 individu.

BAB IX
RANCANGAN PENELITIAN

9.1 Pengertian Rancangan
Untuk memahami apa arti rancangan penelitian (Research Design), berikut disajikan beberapa pengertian atau konsep yang disajikan oleh beberapa penulis.
Pertama:
Rancangan penelitian adalah suatu bagian dari rencana penelitian (Research Plan) yang menunjukkan secara khusus sumber dan bentuk informasi atau data sehubungan dengan pertanyaan atau problem penelitian. Pengembangan rancangan penelitian berorientasi pada masalah, tujuan, atau hipotesis penelitian.
Kedua:
Rancangan penelitian tersebut merupakan strategi atau “blue print” yang akan menspesifikasikan pendekatan yang akan dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Pendekatan-pendekatan yang dipilih akan melahirkan jenis penelitian yang akan dikembangkan oleh peneliti.
Ketiga:
Rancangan penelitian memberikan pertimbangan tentang penggunaan waktu dan biaya, sehubungan dengan berbagai keterbatasan pertimbangan itu menyangkut prinsip efisiensi dan efektivitas dan juga menyangkut prinsip penetapan sampel.
Memetik esensi dan pengertian rancangan diatas maka perlu dipahami bahwa rancangan penelitian seyogyanya tidak dikacaukan dengan rencana penelitian (research design) merupakan penelitian (research plan). Rancangan penelitian (research design) merupakan bagian dari rencana penelitian (research plan). Rencana penelitian sama dengan pengertian proposal atau usulan penelitian, oleh karena itu di dalam menyusun dan mengajukan usul penelitian hendaknya disajikan secara jelas rancangan penelitian apa yang akan diikuti dan dilaksanakan pada saat proses penelitian di lapangan, termasuk berbagai rancangan penelitian sampel (sampling design), rancangan pengumpulan data dan analisis data.

9.2 Dasar, komponen, dan sistematika rancangan
Rancangan pada dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan. Merupakan landasan berpijak, serta dapat pula dijadikan dasar penelitian baik oleh peneliti itu sendiri maupun orang lain terhadap kegiatan penelitian.
Dengan demikian rancangan penelitian bertujuan untuk memberi pertanggung jawaban terhadap semua langkah yang akan diambil. Agar rancangan dapat memperkirakan hal-hal apa yang akan dilakukan dan dipegang selama penelitian, perumusan harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:
a. Mencakup semua kegiatan yang akan dilakukan, seperti masalah, tujuan, sumber data, sarana, prasarana, dan lain-lain.
b. Disusun secara sistematis logis sehingga memberi kemngkinan kemudahan bagi peneliti dalam melaksanakan dan bagi orang lain dalam melaksanakan penelitian.
c. Harus dapat memperkirakan sejauh mana hasil yang akan diperoleh, suatu usaha-usaha yang mungkin dilakukan untuk memperoleh hasil secara efektif dan efisien.
Berdasarkan perumusan dalam penyusunan rancangan penelitian, maka komponen suatu rancangan penelitian meliputi:
a. Masalah
b. Bentuk / Jenis data yang dibutuhkan
c. Tujuan Penelitian
d. Kepentingan penelitian/signifikansi
e. Masalah sampling
f. Masalah jadwal kegiatan
g. Masalah organisasi, kegiatan dan alokasi biaya
h. Hipotesis penelitian
i. Teknik pengumpulan data
j. Teknik pengolahan data
k. Pola dan sistematik laporan.
Setelah mengetahui komponen rancangan penelitian. Maka untuk kepentingan praktis, suatu rancangan penelitian harus disusun secara sistematis mengikuti suatu pola tertentu, sebagaimana yang berlaku dilingkungan dimana peneliti merencanakan proyek penelitian. Berikut ini contoh sistematika rancangan penelitian.
a. Judul penelitian
b. Ruang lingkup / bidang ilmu pengetahuan
c. Latar belakang :
 Pentingnya penelitian
 Masalah
 Hasil yang diharapkan
 Penelaahan studi kepustakaan
» Tinjauan kepustakaan
» Hipotesis
» Daftar pustaka
 Tujuan penelitian
 Metodologi
» Populasi / sampel
» Variabel, instrumentasi dan kategorisasi
» Releabilitas / validitas alat
» Teknik analisis
 Jadwal waktu pelaksanaan
 Organisasi kegiatan
 Sistematika laporan

9.3 Jenis-jenis Rancangan Penelitian
Untuk menjawab suatu pertanyaan penelitian, seperti diketahui perlu dirancang cara menjawabnya. Metode penelitian perlu dirancang cara menjawabnya. Metode penelitian yang dipilih untuk menjawab pertanyaan penelitian itu sangat bergantung pada jenis pertanyaan penelitian yang harus dijawab serta tujuan penelitian. Rancangan penelitian yang bagaimana yang akan dipilih sangat bergantung pada maksud penelitian itu dilakukan dan ditentukan oleh variabel–variabel penelitian serta hipothesis yang akan diuji. Ada beberapa rancangan penelitian yang dapat dipertimbangkan penggunaanya. Masing-masing memiliki kekuatan kekuatan kelemahan. Itulah sebabnya pemilihan mana yang akan digunakan sangat bergantung pada jenis pertanyaan dan maksud diadakannya penelitian itu. Bagaimana cara menggolongkan jenis penelitian bergantung sekali pada selera orang yang melakukannya. Ada yang digunakan berdasarkan cara keterangan yang diperoleh yang diambil, yaitu dibedakan atas eksperimen terkendali, tajam, survey, dan lain-lain. Ada pula yang menggolongkannya atas dasar jangkauannya. Serta ada pula digolongkan berdasarkan atas sifat-sifat masalahnya.

9.4 Rancangan Penelitian Ex Post Facto
Terdapat dua model dasar penelitian ex post facto, yaitu:
a. Penelitian yang berangkat dari kenyataan atau fenomena yang menunjukkan adanya perbedaan subyek, dilihat dari variabel tertentu dan kemudian dilakukan pensucian hipotesis yang berhubungan dengan akibat adanya perbedaan tersebut. Disini fenomena yang diamati diangkat sebagai penyebab (variabel bebas) dan penelitian diadakan untuk melihat akibat apa yang terjadi (variabel tergantung). Fenomena yang diamati merupakan fakta suatu kejadian, sehingga peneliti mengumpulkan data untuk memperoleh jawaban tentang akibat dari fenomena tersebut.
b. Peneliti yang berangkat dari hasil pengamatan fenomena yang terjadi adanya perbedaan subyek, kemudian diteliti untuk menetapkan penyebab yang paling mungkin atas terjadinya fenomena tersebut. Disini fenomena diangkat sebagai akibat (variabel tergantung) dan penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk menetapkan penyebabnya (variabel bebas).
Langkah penelitian ex post facto:
Langkah: I Merumuskan masalah
penelitian
Setelah jelas fenomena yang dihadapi oleh peneliti dinyatakan sebagai fenomena yang problematik, misalnya semangat belajar sekelompok mahasiswa sangat rendah peneliti dalam menghadapi fenomena itu melakukan pemikiran (prediksi) tentang faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebabnya. Prediksi perkiraan yang mempunyai kemungkinan benar, diangkat menjadi hipotesis.
Langkah: II Menyeleksi kelompok penyebab
Peneliti, setelah menentukan variable penyebab yang paling kuat, kemudian melakukan seleksi. Jika perkiraan yang diangkat menjadi hipotesis tentang rendahnya semangat belajar adalah kualifikasi dosen menjadi dua atau tiga kelompok yang sesuai dengan perbedaan kualifikasi dosen, maka pada langkah ini peneliti menetapkan pengelompokan dosen menjadi dua atau tiga kelompok yang sesuai dengan perbedaan kualifikasi dosen dikelompokkan misalnya; kelompok tinggi, sedang, dan rendah.
Langkah: III Menyeleksi kelompok mahasiswa dari langkah kedua, peneliti telah memiliki tiga kelompok dosen. Untuk langkah selanjutnya mengidentifikasi mahasiswa yang berkaitan dengan dosen-dosen yang telah masuk di dalam tiga kelompok di atas. Dengan demikian mahasiswa yang teliti, sebagai pendukung variable semangat belajar, telah dapat diketahui atau dengan kata lain peneliti telah berhasil menetapkan sampel mahasiswa. Apabila dosen berkualifi-kasi tinggi diberi symboll X1, dosen berkualifikasi sedang dengan symbol X2 dan yang rendah dengan X3, maka format data akan dapat disusun sebagai berikut :






Catatan: apabila nilai semangat belajar tidak dapat dinyatakan sebagai variabel berskala interval, melainkan variabel semangat belajar itu dinyatakan dalam bentuk kategoris, maka format data. yang diperoleh menjadi berbeda.
Langkah: IV Pengumpulan data (pengukuran variabel) mahasiswa kelompok Y, yang diasuh dosen X1, diukur semangat belajar-nya dan begitu pula mahasiswa kelompok lainnya dengan alat ukur yang sama valid dan variabel.
Langkah: V Analisis data, memperhati-kan karan kteristik dan hipotesis yang akan diuji ditetapkan suatu model atau teknik analisis yang sesuai.

9.5 Rancangan Penelitian Eksperimen
Eksperimen merupakan salah satu metode dari berbagai jenis metode penelitian. Metode eksperimen memiliki ciri khusus, yaitu:
1. Pemberian perlakuan (treatment variable) kepada subyek penelitian.
2. Pengamatan terhadap gejala yang muncul pada variable respon sebagai akibat pemberian perlakuan.
3. Pengendalian variabel lain bersama variabel perlakuan ikut berpengaruh terhadap variabel respon atau variabel tergantung.
Sifat dari eksperimen adalah apabila usaha pengambilan sampel dalam eksperimen tidak dapat dilakukan dengan tepat dan benar, sehingga sampel eksperimen itu tidak dapat mencerminkan kondisi populasi yang diwakili, maka ketepatan dalam generalisasi hasilnya tidak dapat dicapai dengan baik.

Merencanakan Eksperimen
Dalam perencanaan eksperimen meliputi semua langkah yang akan ditempuh dalam kegiatan eksperimen mulai dari identifikasi dan perumusan masalah penelitian sampai dengan teknik penarikan kesimpulan.


a. Masalah penelitian.
Ciri utama penelitian eksperimen adalah pemberian perlakuan terhadap suatu kelompok atau seorang individu. Cara memperbaiki metode mengajar adalah dengan mencobakan suatu metode baru atau memperbaharui metode lama dengan berbagai teknik yang inovatif yang diasumsikan dengan kata lain dapat meningkatkan prestasi belajar.
b. Variabel penelitian
Pada dasarnya didalam eksperimen, variabel harus dikendalikan, agar tidak mengotori variabel perlakuan dalam mempengaruhi variabel respon. Tujuannya adalah meyakini bahwa perubahan yang terjadi pada variabel respon merupakan akibat dari pemberian perlakuan.
1. Variabel perlakuan
Variabel perlakuan merupakan variabel bebas yang keberadaannya direncanakan dan secara sengaja diberikan kepada sekelompok sampel untuk diketahui bagaimana akibat yang akan terjadi karena perlakuan tersebut.
2. Variabel moderator
Variabel moderator ikut mem-pengaruhi perubahan pada variabel respon dan keberadaannya tidak dapat untuk dikendalikan.
3. Variabel terkendali
Variabel terkendali merupakan variable yang mampu dikendalikan oleh peneliti sehingga pengaruh yang diakibatkan karenanya terhadap variabel respon dapat dideteksi dan tidak akan mengotori tujuan eksperimen.
4. Variabel acak
Variabel jenis ini secara empirik sukar untuk dikendalikan dan tidak dapat diduga sebelumnya sehingga apabila muncul maka akan menurunkan tingkat validitas hasil eksperimen.
c. Penetapan sampel
Dasar pemikiran sehingga sampel digunakan didalam penelitian adalah agar Pelaksanaan penelitian tersebut memperoleh kecermatan yang tinggi, hemat biaya, waktu dan tenaga serta membatasi akibat – akibat buruk yang mungkin di timbulkan oleh suatu penelitian sehingga harus ditetapkan dengan tepat dan benar.

d. Pemberian perlakuan.
Pemberian perlakuan terhadap kelompok eksperimen harus dilakukan sesuai dengan deskripsi perlakuan yang telah dirumuskan dengan baik berdasarkan teori yang diikutinya. Disamping itu peneliti perlu memahami benar tentang sifat atau karakteristik variabel perlakuan.

Rancangan Penelitian
Kegiatan menyusun rancangan eksperimen dilakukan dengan berorientasi kepada masalah penelitian atau hipotesis penelitian.
Ada tiga kelompok besar jenis penelitian eksperimen yaitu:
1) Pra eksperimen
Rancangan eksperimen yang termasuk dalam kelompok pra eksperimen adalah:
a. The one-shot case study.
Dalam rancangan yang demikian ini, suatu kelompok subyek dikenakan perlakuan tertentu, lalu setelah itu dilakukan pengukuran terhadap variable tergantung. Rancangan tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut :
Treatment Posttest

Contoh:
Menggunakan metode diskusi sebagai Cara untuk menunjukkan bahwa metode tersebut adalah efektif.
Prosedur:
1. akan perlakuan X1, yaitu metode diskusi, kepada subyek untuk jangka waktu tertentu.
2. Berikan test T2, yaitu posttest, untuk mengukur prestasi belajar, dan hitung mean-nya.
Kelemahan:
1. Tak ada “Internal Validity” sifatnya yang cepat dan mudah, menyebabkan rancangan ini sering digunakan untuk meneliti sesuatu pendekatan yang inovatif, misalnya dalam bidang pendidikan, yang sebenarnya menyesatkan kesimpulannya.
2. Tidak ada dasar untuk melakukan komparasi, kecuali secara implicit, dan imperiosionistik.
3. Cara pendekatan ini biasanya mengandung “error of misplaced precision”, kehati-hatian dan kecermatan dilakukan sebaik-baiknya untuk mengumpulkan data yang kesimpulannya cuma impresionistik dan tidak cermat.
4. Menggunakan test-test baku tak banyak menolong, sebab variabel lain juga menjadi sumber perbedaan yang timbul cukup banyak.
Keuntungan:
1. Berguna untuk menjajaki masalah yang dapat diteliti
2. Mengembangkan gagasan atau alat-alat tertentu
3. Tidak mengantarkan sampai kepada kesimpulan.
b. The one group pretest – posttest design
Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok. Pertama pengukuran, perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian pengukuran kedua kalinya seperti digambarkan berikut ini:
Pretest Treatment Posttest
Contoh:
Hal yang sama digunakan dalam rancangan 1 dapat digarap dengan rancangan ini, yaitu penggunaan metode diskusi sebagai metode yang efektif dalam mengajar.
Prosedur:
1. Kenakan T1, yaitu pretest, untuk mengukur mean prestasi belajar sebelum subyek diajar dengan metode diskusi.
2. Kenakan subyek dengan X1, yaitu metode mengajar dengan diskusi, unutk jangka waktu tertentu.
3. Berikan T1, yaitu posttest, untuk mengukur mean prestasi belajar setelah subyek dikenakan variabel eksperimental X
4. Bandingkan T1 dan T2 untuk menentukan seberapakah perbedaan yang timbul, jika sekiranya ada, sebagai akibat dari digunakannya variabel eksperimental X.
5. Terapkan test statistic yang cocok dalam hal ini test untuk menentukan apakah perbedaan itu signifikan.
Kelemahan :
1. Tidak ada jaminan bahwa X adalah satu-satunya factor utama yang menimbulakan perbedaan T1 dan T2
2. Ada beberapa hipotesis tandingan yang akan diajukan (“probable error”).
Keuntungan :
• Memberi landaan untuk komparasi sebelum dan sesudahnya X (eksperimental treatment).
• Memungkinkan untuk mengontrol selectin variable dan mortality variable, jika subyek yang sama mengambil T1 dan T2 kedua-duanya.
c. The static group comparison randomized control
Dalam rancangan ini sekelompok subyek yang diambil dari populasi tertentu dikelompokkan secara rambang menjadi dua kelompok, yaitu eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu, lalu kedua kelompok itu dikenai pengukuran yang sama. Perbedaan yang timbul dianggap bersumber pada variabel perlakuan.
Secara bagan, rancangan itu dapat dilukiskan sebagai berikut :


Exper group (R)
Control group (R)
Prosedur:
1. Pilih sejumlah subyek dari suatu populasi secara rambang.
2. Kelompokkan subyek tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok control, secara rambang.
3. Pertahankan agar kondisi-kondisi bagi kedua kelompok itu tetap sama, kecuali satu hal yaitu kelopmok eksperimen dikenai variabel eksperimental X.
4. Kenakan test T2, yaitu variabel tertantung kepada kedua kelompok itu.
5. Hitung mean masing-masing kelompok, yaitu T2e, dan T2c dan cari perbedaan antar dua mean itu, jadi T2 - T1.
6. Terapkan test statistik tertentu untuk menguji apakah perbedaan itu signifikan, yaitu cukup besar untuk menolak hipotesis nol.
Dengan menempatkan masing-masing subyek rambang ke dalam salah satu dari kedua kelompok itu, peneliti dapat menyatakan bahwa kedua kelompok itu pada awal penelitian sama (setara).
Dengan cara yang demikian itu beberapa factor pengganggu dapat dikontrol walaupun tidak dapat diperhitungkan efeknya, yaitu:
o History,
o Maturation,
o Testing, dan
o Instrumentation.
Rancangan ini terutama berguna apabila pretest tak dapat dilakukan, misalnya terlalu mahal, juga akan sangat berguna kalau anonymity perlu dipertahankan, atau kalau pretest berinteraksi dengan treatment variabel X.
2) Eksperimen sungguhan
Rancangan ini meliputi:
1) Randomized control group pretest posttest design
Rancangan ini dapat diperluas dengan melibatkan lebih dari satu variable bebas.misalnya penelitian tentang dua metode mengajar.
2) Randomized Solomon four-group design
Rancangabn ini dapat mengatasi kelemahan external validity yang ada pada rancangan randomized control group pretest pstest design.
3) Factorial design
Rancangan faktorial yang sederhana adalah yang menggunakan dua faktor, dan masing-masing faktor menggunakan dua kategori. Rancangan yang demikian digambarkan rancangan factorial 2x2. Misalnya eksperiman perbedaan dan pemahaman mengenai materi tertentu sebgai fungsi cara menyajikan materi itu dan lamanya penyajian. Jadi disini ada dua variabel eksperimental yang diselidiki secara serempak, yaitu cara penyajian (dilambangkan X1, atau A) dan lama penyajian (dilambangkan dengan X2 atau B.
3) Eksperimen semu
Banyak rancangan yang disusun menurut model eancangan eksperimental oleh banyak orang dianggap belum dapat dikategorikan memiliki ciri rancangan yang sebenarnya. Karena variable yang seharusnya dapat dikontrol tidak dapat dikontrol atau tak dapat dimanipulasi, sehingga validitas penelitian menjadi tak cukup memadai untuk disebut sebagai eksperimen yang sebenarnya.
1. The time series experiment
2. The equivalent time samples design
3. the equivalent materials design
4. The non equivalent control group design
5. Counterbalanced design
6. The separate sample pretest posttest design
7. the separate sample pretest posttest control group design
8. The multiple time series design
9. The recurrent intuitional cycle design : A “patch up” design
10. Regression discontinuity analysis
11. Corelational and ex post facto design.
Dalam lingkup tulisan ini, kiranya terlalu jauh kalau disajikan elaborasi rancangan-rancangan eksperimental semu itu. Cukuplah kalau diketahui bahwa rancangan-rancangan tersebut ada. Pembaca yang tertarik akan hal ini dipersilahkan membaca tulisan Campbell dan Stanley.

Rancangan Penelitian Tindakan
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan – keterampilan baru atau cara pendekatan baru dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di dunia kerja atau dunia actual yang lain.
Suatu program in service training untuk melatih para konselor bekerja dengan anak putus sekolah, untuk menyusun program penjagaan dalam pencegahan kecelakaan pada pendidikan pengemudi, untuk memecahkan masalah apatisme dalam penggunaan teknologi modern menanam pyang inovatif.
Ciri-ciri penelitian Tindakan
 Praktis dan langsung relevan untuk situasi actual dalam dunia kerja
 Menyediakan rangka kerja yang teratur untuk pemecahan masalah dan perkembangan–perkembangan baru yang lebih baik daripada Cara pendekatan imperisionik dan fragmentaris.
 Flexible dan adaptif
 Berusaha supaya sistematis.

Langkah-Langkah Pokok Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan memiliki langkah-langkah pokok adalah:
 Defenisikan masalahnya atau tetapkan tujuannya.
 Lakukan penelaahan kepustakaan untuk mengetahui apakah orang lain telah menjumpai masalah yang sama
 Rumuskan hipotesis atau strategi pendekatan dengan menyatakannya dalam bahasa yang jelas, spesifik.
 Aturlah research setting-nya dan jelaskan prosedur serta kondisinya.
 Tentukan criteria evaluasi, teknik pengukuran dll. Sarana untk mendapatkan umpan balik yang berguna.
 Analisis data yang terkumpul, dan evalusi hasil.
 Menuliskan laporannya.






BAB X
METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data. Dalam proses pengumpulan data tersebut akan menggunakan satu atau beberapa metode, jenis metode yang dipilih dan digunakan dalam pengumpulan data, tentunya harus sesuai dengan sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan.
Berikut adalah diuraikan beberapa metode pengumpulan data dalam suatu penelitian:

10.1 Wawancara (interview)
Wawancara merupakan metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus informasi dalam wawancara, yaitu: pewawancara, responden pedoman wawancara dan situasi wawancara. Menurut Donald Ary dkk, menyatakan bahwa ada dua jenis wawancara yaitu, wawancara berstruktur dan wawancara tak berstruktur.
Sehubungan dengan instrumen yang digunakan dalam interview, Suharsimi Arikunto (1987) membedakan dua jenis pedoman wawancara, yaitu :
1. Pedoman wawancara tidak berstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.
2. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang disusun secara rinci sehingga menyerupai cheklist.
Dilihat dari perbedaan jumlah pewawancara, wawancara dapat dibedakan atas
a. Personal interview
Dalam wawancara ini, seorang pewawancara berhadapan langsung dengan seorang responden yang diwawancarai.
b. Group Interview
Pada wawancara kelompok ini, sekelompok pewawancara berhadapan dengan seorang atau kelompok responden.


10.2 Angket (Kuesioner)
Angket adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis.
Bentuk-bentuk penyusunan angket meliputi :
1. Angket berstruktur, yakni angket yang menyediakan kemungkinan jawaban.
2. Angket tak berstruktur, yakni angket yang tidak menyediakan kemungkinan jawaban.
Langkah-langkah dalam penyusunan angket adalah sebagai berikut :
1. Menyusun lay-out angket
2. Membuat kerangka pertanyaan
3. Menyusun urutan pertanyaan
4. Membuat format
5. Membuat petunjuk pengisian
6. Try-out angket
7. Revisi
8. Menggandakan angket
Pelaksanaan pengumpulan data melalui angket dapat dilakukan baik melalui pos ataupun dengan cara lain yang dipandang cepat dalam proses pengiriman, sehingga memungkinkan terjangkaunya responden yang cukup banyak dalam waktu yang relatif cepat dengan biaya yang relatif lebih ringan, dibandingkan bila respon didatangi secara langsung sebagaimana dalam teknik wawancara, oleh karena itu angket banyak digunakan sebagai suatu alat pengumpul data, terutama bila ukuran sampel cukup besar atau menyebar ditempat-tempat yang relatif jauh.

10.3. Pengamatan (observasi)
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Teknik ini banyak digunakan, baik dalam penelitian sejarah, deskriptif ataupun experimental, karena dengan pengamatan memungkinkan gejala-gejala penelitian dapat diamati dari dekat, pelaksanaan observasi menempuh tiga cara utama yaitu :
1. Pengamatan Langsung
Yaitu pengamatan yang dilakukan tanpa perantara terhadap obyek yang diteliti.
2. Pengamatan tidak langsung
Yaitu pengamatan yang dilakukan terhadap suatu obyek melalui perantaraan suatu alat atau cara, baik dilaksanakan dalam situasi sebenarnya maupun buatan.
3. Partisipasi
Yaitu pengamatan yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang diteliti.
Untuk memudahkan dalam perekaman data atau informasi yang diperoleh melalui observasi, perlu menggunakan beberapa instrumen observasi instrumen tersebut antara lain :
1. Daftar cek (cheklist)
Pada suatu daftar cek semua gejala yang akan atau mungkin akan muncul pada suatu subyek yang menjadi objek penelitian, didaftar secermat mungkin sesuai dengan masalah yang diteliti, juga disediakan kolom cek yang digunakan selama mengadakan pengamatan.

2. Daftar isian
Daftar isian memuat daftar butir (item) yang diamati dan kolom tentang keadaan atau gejala tentang item-item tersebut.
3. Skala penilaian
Skala penilaian adalah pencatatan obyek atau gejala penelitian menurut tingkat-tingkatnya. Alat ini untuk memperoleh gambaran mengenai keadaan obyek menurut tingkatannya masing-masing.

10.4 Tes
Tes adalah serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, sikap, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Beberapa macam jenis tes yang biasa digunakan dalam pendidikan yaitu: tes kepribadian, tes bakat, tes inteligensi, tes minat, tes prestasi dan tes sikap.




10.5 Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data sudah ada. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini, biasanya penelitian membuat instrumen dokumentasi yang berisi instansi variabel-variabel yang akan didokumentasikan dengan menggunakan check list untuk mencatat variabel yang sudah ditentukan dan nantinya tinggal membubuhkan tanda cek ditempat yang sesuai.
Lexy J. Moeleong (1989), menyatakan bahwa dokumen itu dapat dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi berisi catatan-catatan yang bersifat pribadi, sedangkan dokumen resmi berisi catatan-catatan yang sifatnya formal.

BAB XI
TEKNIK ANALISIS DATA

Pada proses penelitian data dilakukan setelah data terkumpul, kedmudian diolah. Pertama-tama data yang rendah reliabilitas dan validitasnya, data yang kurang lengkap digunakan. Selanjutnya data yang telah lulus dalam seleksi itu lalu diatur dalam tabel, dan lain-lain agar memudahkan pengelolaan selanjutnya. Kalau mungkin pada penyusunan tabel pertama itu dibuat tabel induk (master table). Jika tabel induk itu dapat dibuat, maka langkah-langkah seklanjutnya akan lebih mudah dikerjakan, karena perhitungan-perhitungan dan analisis dapat dilakukan berdasarkan tabel induk itu.
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Penelitian harus memastikan pola analisis mana yang digunakan apakah analsis statistik atau non satistik. Pemilihan ini tergantunng kepada jenis data yang dikumpulkan.

11.1 Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif
Menganalisis suatu data pada data suatu penelitian itu digunakan dua caraa yaitu: Analisis statistik (analisis kuantitatif) dan analisis non statistik (analisis kualitatif). Analisis ini dipilih tergantung kepada jenis data yang dikumpulkan.
1. Analisis Kualitatif
Pada penelitian kualitatif analisis data dilakukan sejak persiapan. Penelitian data, dilakukan analisis dalaam bentuk interpretasi data yang dikumpulkan dengan maksud mempertajam, memperdalam fokus penjaringan data selanjutnya, setelah mengelompokkan data yang relevan dengan pokok permasalahan (fokus). Berkaitan dengan daur (cycle) penelitian yang perlu ditindak-lanjuti maka hasil analisis data selama proses pengumpulan data berlangsung ini sangat penting, terutama dalam upaya pemaparan (data display).
Pendekatan yang digunakan dalam analisis data penelitian kualitatif adalah pendekatan berdaur ulang. Analisis dilakukan secara berkelanjutan dan meliputi tiga macam kegiatan. Secara visual dan rinci kegiatan-kegiatan analisis itu disajikan pada gambar dan uraian berikut:









a. Reduksi data (data reduction)
Data reduksi data, aktivitas analisis berbentuk penyelesaian, pemfokusan, penyederhanaan, dan pentransformasian data baku ( data kasar) yang dijaring dari catatan dilapangan menjadi data bermakna. Aktivitas ini dilakukan tanpa harus menuggu sampai pengumpulan data, bahkan sejak saat mempersiapkan kegiatan lapangan. Dengan kata lain kegiatan reduksi tanpa persiapan sama sekali (spontan), baik yang menyangkut persiapan berupa kerangka kerja, mengacu kutipan, pertanyaan penelitian, atau pendekatan pengumpulan data yang akan digunakan.
Reduksi data bukan suatu kegiatan yang terpisah dari keseluruhan proses analisis, karena reduksi data itu bagian daari analisis. Pemilihan penelitian tentang kelompok data mana yang dikode, data mana yang dikolompokkan, pola mana yang diikuti dalam pengelompokan data, semua ini merupakan kegiatan yang dilakukan dalam analisis.
Reduksi data adalah bentuk analisis yang bertujuan menajamkan, menyeleksi, memfokuskan, mengorganisasikan dengan cara demikian rupa dengan menyajikan “kunci-kunci” informasi untuk menunjang simpulan sementara.
b. Penayangan data/pemaparan data (data display)
Maksud data display adalah mencakup perkaitan, pengorganisasian (assembling) data dari informasi yang dihasil dikumpulkan dengan berbagai cara untuk komsumsi penarikan simpulan dan penetapan kegiatan selanjutnya.
Sekali lagi penting untuk diketahui, seperti halnya reduksi data, kreasi dan penggunaan rakitan data ini tidak terpisah dari proses analisis data. Secara keseluruhan perakitan data merupakan bagian dari proses analisis data. Perwujudan perakitan data dapat berbentuk matriks, diagram ataukah jaringan kerja dan grafik.
c. Gambar simpulan/verifikasi
Gugus ketiga dalam analisis data kualitatif adalah gambaran simpulan dan verifikasi. Dari langkah awal (i) pengumpulan data, peneltian senantiasa menyimpulkan arti informasi (data) yang didapat “apa artinya ini?. Simpulan akhir harus tetap menunggu sampai dengan seluruh kegiatan pengumpulan data mampu mencapai informasi yang utuh dan lengkap yang diperlukan untuk menjelaskan fokus atau menjawab pertanyaan penelitian.
Verifikasi merupakan salah satu langkah keegiatan analisis. Berkenaan dengan arah pemikiran induktif untuk mendapatkan simpulan akhir, semua simpulan “sementara” harus diverifikasikan agar maampu diperoleh simpulan yang mantap. Konfirmasi ini penting sebaagai upaya validitasi data/informasi, disinilah pentingnya penelitian melakukan triangulasi.
Proses penemuan titik-titik simpulan ini tidak cukup mengandalkan catatan yang dihadapi tetapi perlu dikaitkan dengan kejadian-kejadian dalam proses pengumpulan data.

11.2 Analisis Data Kuantitatif
Mengapa penelitian menggunakan rumus statistik.
Pada analisis data penelitian kuantitatif, menggunakan rumus-rumus statistik karena data dalam bentuk ini bertambah bilangan. Beberapa alasan penggunaan rumus-rumus statistik sebagai alat analisis data penelitian adalah:
a. Bersifat obyektif, artinya statistik menyajikan data dan mengelolah data, sebagaimana adanya, tanpa di-pengaruhi oleh keinginan-keingianan subjektif.
b. Bersifat universal, artinya rumus-rumus yang digunakan untuk mengelolah data berlaku dimana saja, dan dalam bidang ilmu apa saja.
c. Banyak ditemukan data atau informasi yang bersifat kuantitatif yaitu berupa angka-angka baik angka yang menyatakan frekuensi atau angka-angka yang berupa nilai atau harga tertentu.
. Analisis data deskriptif
Jika tujuan penelitian yang dikehendaki peneliti adalah memberikan atau mendeskripsikan atau menyadera suatu fenomena/gejala tertentu, maka rumus-rumus statistik deskriptif akan sangat membutuhkan peneliti. Terdapat sejumlah cara dan rumus ditawarkan untuk keperluan ini.
a. Penyajian data dengan grafik.
Untuk memberikan pada penelitian supaya lebih jelas maka selain disajikan dalam bentuk tabel distribusi atau nilai, baik bergolong maupun tunggal, dapat juga dideskripsikan atau divisualisasikan dalam bentuk grafik.
b. Penyajian data dalam bentuk tendensi sentral
Kegunaan tendensi sentral atau suatu angka /nilai yang menjadi pusat sesuatu distribusi angka/nilai, adalah menyajikan fakta atau informasi secara deskriptif tentang sebarang suatu nilai langkah dari titik pusatnya. Ada tiga macam tendensi sentral, yaitu: mean (rerata), median.
1) Mean
Mean atau rerata berguna untuk mengetahui angka/nilai rata-rata dari suatu distribusi tentang fenomena atau gejala tertentu.
Mean ditentukan dengan rumus:

Dimana: M = mean (rerata), = Jumlah
f = frekuensi, x = titik tengah
2) Median
Median adalah suatu nilai yang berbatas 50% frekuensi kebawah dan 50% frekuensi keatas. Median ditentukan dengan rumus:
Median = Bp
Keterangan: Bp = batas bawah nyata
N= jumlah individu
I = Luas kelas
fd= Frekuensi distribusi
cfb=Komulatif frekuensi yang berada tepat dibawahnya
3) Mode
Mode adalah suatu nilai yang formal yang artinya nilai itu memang banyak dimiliki oleh anggota kelompok mode ditentukan dengan ruumus.
Mode = 3 median – 2 mean


11.3 Analisis korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui besarnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Besar kecilnya hubungan tersebut ditetapkan melalui keefektifan korelasi. Apakah benar ada korelasi (hubungan) antara prestasi belajar matematika dengan prestasi belajar fisika? Untuk mencari koefisien korelasinya maka dilakkukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) dari suatu sampel subjek diidentifikasikan skor (prestasi belajar) Matematika dan Fisika.
2) Dengan menggunakan rumus korelasi pokok moment (dari kecil respon) akan ditemukan besar koefisien korelasinya.
3) Apabila koefisien korelasi (r¬xy) sudah didapatkan maka perlu hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel korelasi product momen.
Apabila r¬¬xy empiris > dari r tabel maka Ho (hipotesis nihil) ditolak. Dan apabila rxy empiris < r tabel maka Ho (hipotesis nihil) diterima. Akan tetapi ada cara yang sederhana untuk menginterpretasi rxy yang telah dianalisis. Berikut ini disajiakan tabel interpretasi korelasi (Sutrisno Hadi, 1979: 310).
Tabel Interpretasi rxy
Koefisien Korelasi (rxy) Interprestasi
Antara 0.800-1.000 Hubungan variabel tinggi
Antara 0.600-0.800 Hubungan variabel cukup
Antara 0.400-0.600
Hubungan variabel agak rendah
Antara 0.300-0.400 Hubungan variabel rendah
Antara 0.000-0.200
Hubungan variabel sangat rendah (Tak berkorelasi)

Untuk mendapatkan rxy kita dapat menggunakan salah satu dari rumus Korelasi Product Moment.
Rumus:
Rxy = koefisien korelasi variabel x dann variabel y.
N = Jumlah subjek (siswa sebagai sampel))
X = Variabel X (Hasil belajar Matematika)
Y = Variabel Y (hasil belajar Fisika)
Sebenarnya masih ada rumus Product Moment yang lain, yaitu:
a) Rumus product moment dengan menggunakan simpang baku (S)


X (rata-rata variabel X) =
Y (rata-rata variabel Y) =
Sx =
Sx = simpangan baku variabel x
Sy=
Sy = simpangan baku variabel y
b) Rumus dengan menggunakan deviasi penyimpangan nilai dari Mean (rerata).
x = adalah penyimpangan nilai variabel x degan rerata x = X-X
y = adalah penyimpangan nilai variabel y dengan rerata y = Y-Y
= jumlah hasil kali dari x dan y

11.4 Analisis Korelasi Tata Jenjang
Apabila data yang tersedia bukan data interval seperti skor hasil belajar matematika dan fisika, tetapi berupa data ordinal dan jumlah khususnya dibawah 30, kita dapat menggunakan analisis korelasi data jenjang yang dikemukakan oleh Spearman.
Contoh:
Penelitian ingin membuktikan ada tidaknya korelasi prestasi belajar Matematika dan Fisika. Data yang tersedia bukan skor mentahnya tetapi berupa data ordinal yaitu data yang bedasarkan rangking kelas seperti tabel dibawah ini.




Tabel Hasil Belajar PKN dan IPS
Siswa SMP Negeri A Makassar

Nomor Siswa Hasil Belajar
PKN (X) Hasil Belajar
IPS (Y)
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O 1
4
6
2
3
10
15
7
8
5
9
12
13
14
11 4
3
5
1
2
11
13
9
8
6
12
11
14
15
10

Analisis:
Kita menggunakan rumus korelasi tata jenjang dari
Spearman

untuk dapat mengisi rumus tersebut maka kita susun tabel seperti betikut ini:

Tabel untuk mencari rhoxy
Nomor Siswa X PKN Y IPS D d2
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P 1
4
6
2
3
10
15
7
8
5
9
12
13
14
11
16 4
3
5
7
2
11
13
9
8
6
12
11
14
15
10
16 -3
-1
-1
-1
-1
-1
-2
-2
0
-1
-3
-1
-1
-1
-1
0 9
1
1
1
1
4
4
0
1
9
1
1
1
1
1
0
N =16 d2=36
Dimasukkan kedalam rumus:
rhoxy =
= 1-0.05294
= 0.94706
= 0.947 (dibulatkan)
11.5 Analisis Komprasional
Yang dimaksud dengan analisis komparasional adalah suatu teknik analisis statistik untuk menguji hipotesis tentang ada atau tidak ada perbedaan yang berarti (signifikan) antara variabel. Dari analisis uji hipotesis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan tentang adanya perbedaan yang signifikan antara variabel yang diteliti.
Analisis komparisional dapat digunakan dua teknik, yaitu teknik Bivariat bila yang diperbandingkan haanya dua variabel. Sedangkan bila yang diperbandingkan lebih dari dua variabel menggunakan teknik multivariat.
Analisis dengan Uji ”t”
Uji “t” digunakan untuk menguji hipotesis nihil yang menyatakan bahwa antara dua buah sampel rata-rata (mean sampel) yang diambil secara acak (random) dan populasi yang sama, tidak terdapat perbedaan yang meyakinkan (signifikan).
Berdasarkan banyaknya sampel yang diambil (Meimunt Anas Sudjiono, tahun 1989: 27), ada dua rumus yang digunakan, yaitu rumus uji “t” dengan sampel kecil (N kurang dari 30) dan rumus “t” dengan sampel besar dari 30).
Contoh penggunaan rumus uji “t” dengan sampel kecil
Rumus:




Keterangan:
MD = Mean of difference
SEMD = Standard Error dari mean of Difference
= Sigma Difference
SDD = standard deviation dari difference
N = Number of cases



DAFTAR PUSTAKA


Ali, M. ( ). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Aksara.

Arif, M.T. (2003). Dasar-Dasar Statistika. Makassar: Makassar State University Press.

Depdikbud. (1984). Metodologi Penelitian. Jakarta: Dirjen Dikti

Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan (action research). Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat Dikmenum.

Lexy, J. M. ( 1988). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Margono. (1996). Metodologi Penelitian Pendidikan. Semarang: Rineka Cipta

Natsir. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Gay, R.L. (1987). Educational Research. Columbus: Merril

Riyanto, Y. (2001). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit SIC Surabaya.

Singarimbun. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: Penerbit LP3S

Soejono. (1989). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Soeparman, K. (2000). Pengantar Penelitian Tindakan. Malang: UM.

Suharto, K. (2000). Jurus-jurus Penelitian. Surabaya: UNESA University Press.

Sudjana. (2002). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito

Sunarto. (2001). Metodologi Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan. Surabaya: University Press, UNESA.

Suryasumantri, J.S. (1994). Ilmu dalam Perspektif (Sebuah kumpulan karangan tentang hakekat ilmu). Jakarta: Obor Indonesia.

Suryabrata, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grapindo Persada

Tuckman, B. E. (1978). Conducting Educational Research. New York: Harcourt Brace, Jovanavich Publisher.

Contoh
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A. Judul Penelitian

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Proses Sains-Fisika Melalui Strategi Berpikir Secara Berkelompok (BSK) di SMP Negeri 1 Barombong, Gowa

B. Mata Pelajaran dan Bidang Kajian: IPA-Fisika, bidang kajian peningkatan hasil belajar siswa.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Perubahan yang sangat cepat dan dramatis dalam bidang ini merupakan fakta dalam kehidupan siswa. Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang IPA merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dan memasuki dunia teknologi, termasuk teknologi informasi. Oleh karena itu, Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat, sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Untuk itu, siswa perlu dibekali kompetensi yang memadai terutama dalam kegiatan proses belajara mengajar (PBM), agar menjadi peserta aktif dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2006 (Depdiknas, 2006), mengenai pembelajaran IPA di SMP, menyatakan bahwa (a) pembelajaran hendaknya sudah mengenalkan kepada siswa mengenai kemampuan, mulai melakukan investigasi/ penyelidikan walaupun sifatnya masih sangat sederhana; (b) dalam melakukan kegiatan penyelidikan/percobaan atau kerja ilmiah selalu dikembangkan pemberian pengalman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses sains.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran IPA menurut Kurikulum 2006 dituntut berorientasi pada pendekatan keterampilan proses. Pendekatan tersebut mengandung makna bahwa dalam pembelajaran IPA yang dituntut bukan hanya produk, tetapi juga proses. Sehingga setiap siswa harus aktif dalam proses untuk memperoleh produk. Oleh karena itu, proses untuk memperoleh produk harus diberikan dan dilatihkan selama proses pembelajaran.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan, bahwa pelaksanaan proses pembelajaran yang diketemukan di sekolah-sekolah adalah:
a. banyak pengajaran IPA fisika yang terbatas pada produk atau fakta, konsep dan teori saja, serta masih dilaksanakan secara tradisional. Berarti pelaksanaan pembelajaran IPA fisika masih belum sesuai dengan tuntutan kurikulum, yaitu mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep IPA fisika dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah (Khaeruddin, 2006).
b. fakta lain ditemukan bahwa pembelajaran IPA fisika kurang melaksanakan kerja kelompok dan diskusi. Hal ini mencerminkan pembelajaran IPA fisika umumnya pasif, verbalistik, dan cenderung berpusat pada guru (Khaeruddin, 2006),
c. guru di SMP Negeri 1 Barombong Gowa khususnya guru fisika mengatakan, selama ini mereka mengajarkan sains-fisika hanya berupa produk atau fakta, konsep dan teori saja, dengan menggunakan metode ceramah dan resitasi seluruh kelas, sedangkan keterampilan-keterampilan proses belum mendapat perhatian secara proporsional, belum dicapai secara optimal. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa pemilihan metode tersebut disebabkan antara lain: (a) metode ceramah dan resitasi seluruh kelas dianggap mampu memecahkan kepadatan materi yang harus diajarkan dalam waktu singkat, (b) metode ceramah dan resitasi seluruh kelas sudah sering dipergunakan dan sangat dikuasai oleh pengajar SMP Negeri 1 Barombong, (c) guru belum mengenal pembelajaran dengan strategi lain, selain metode ceramah dan resitasi seluruh kelas.
Hasil pernyataan tersebut di atas sesuai dengan rata-rata hasil belajar proses fisika siswa SMA Negeri 1 Sungguminasa Gowa Tahun Pelajaran 2005/2006 pada kelas 1 masih tergolong rendah, yaitu berkisar 3,6 bila dibandingkan dengan rentang nilai antara 0-10 (Khaeruddin dkk, 2006). Secara rinci dapat dilihat Tabel C.1 berikut.
Tabel C.1 Hasil Belajar Proses Fisika Siswa SMA Negeri 1 Sungguminasa Gowa Dengan Menggunakan Tes Kinerja Tahun Pelajaran 2005/2006

No. Tujuan Pembelajaran Khusus Hasil Tes
Skor Rubrik
1 Melakukan pengamatan 3,8 CB
2 Mengajukan pertanyaan 3,8 CB
3. Merumuskan hipotesis 3,8 CB
4. Melakukan eksperimen 3,8 CB
5. Membuat tabel 3,7 CB
6. Membuat grafik 2,7 CJ
7. Membaca grafik 3,3 CB
Rata-rata 3,6 CB
Keterangan J= Jelek; CB= Cukup Baik; =Baik
Hasil ini tidak jauh beda dengan hasil belajar proses yang diperoleh siswa SMP Negeri 1 Pallangga Gowa Tahun Pelajaran 2005/2006 pada kelas 1 masih tergolong rendah, yaitu berkisar 4,42 bila dibandingkan dengan rentang nilai antara 0-10 (Karim, dkk, 2006). Secara rinci dapat dilihat Tabel C.2 berikut.
Tabel C.2 Hasil Belajar Proses Fisika Siswa SMP Negeri 1 Pallangga Gowa Dengan Menggunakan Tes Kinerja Tahun Pelajaran 2006/2007

No. Tujuan Pembelajaran Khusus Aspek yang dinilai Hasil Tes
Skor Rubrik
1 Melakukan Eksperimen Cara merangkai alat 5,4 CB
Cara membaca alat ukur 5,4 CB
Cara menggunakan alat 4,8 CB
Cara menggunakan bahan 3,0 J
2 Mengkomunikasikan Penulisan Laporan praktikum 3,5 J
Rata-rata 4,4 CB
Keterangan J= Jelek; CB= Cukup Baik; =Baik

Tabel C.1. dan C.2 mengindikasikan bahwa siswa belum mengerti, memahami, serta memiliki keterampilan-keterampilan proses sains. Padahal keterampilan-keterampilan proses tersebut seharusnya sudah dimengerti dan dipahami siswa. Hasil tes keterampilan proses di SMA Negeri 1 Sungguminasa dan SMP Negeri 1 Pallangga ini dapat dikatakan sama dengan hasil tes keterampilan proses siswa Tahun 1995, yaitu proporsi rata-rata jawaban benarnya adalah 0,36 (Nur, 1995: 7), dan Tahun 1996 oleh penelitian Nur dkk menyimpulkan bahwa keterampilan proses dan tujuan-tujuan yang bersifat afektif dan perilaku tidak muncul, walaupun siswa dinyatakan telah menguasai aspek kognitifnya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam hal keterampilan proses masih rendah (dalam TIM Broad-Based Education-BBE, 2002: 4). Dengan demikian, berdasarkan nilai tersebut di atas pada Tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika selama ini yang terjadi di SMP maupun SMA belum efektif, karena siswa memperoleh hasil belajar khususnya hasil belajar proses masih sangat jauh di bawah standar keefektifan pembelajaran menurut Kurikulum 2004.
Untuk mengatasi masalah di atas, penelitian ini menggunakan strategi berpikir secara berkelompok dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Alasan penggunaan strategi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Siswa akan menjadi ditantang untuk membuat berbagai pertanyaan karena secara tidak langsung mereka memperoleh contoh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru berdasarkan materi pelajaran, serta mereka mempunyai kesempatan untuk memikirkan materi pelajaran. Jadi memungkinkan siswa merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam yang menjelaskan apa yang telah guru ajarkan pada mereka (Silberman, 2000: 136).
b. Siswa dapat memadukan pendapat dan pemikiran dari temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah. Apabila ini menjadi kebiasaan siswa memecahkan masalah, maka siswa akan terlatih menerapkan konsep, ide-ide umum, tata cara, metode-metode, prinsip-prinsip serta teori-teori ke dalam situasi baru dan kongkret (Silverius, 1991: 45).
c. Mengembangkan belajar aktif, karena dalam strategi Berpikir Secara Berkelompok (BSK) guru memberikan kesempatan kepada siswa menyelesaikan tugasnya dalam kelompok (Silberman, 2000: 143). Brilhart dkk (1998: 8), dengan berkelompok memberi kesempatan kepada siswa untuk saling memperhatikan dan menanggapi.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi seluruh kelas dengan mempresentasikan hasil diskusinya. Ini merupakan cara yang tepat untuk menginformasikan isi materi pelajaran kepada siswa secara cepat, mengundang pertukaran ide di antara mereka, mengkomunikasikan dan mengekspresikan pendapat mereka, baik lisan maupun tertulis tentang topik yang sedang didiskusikan dalam sebuah lingkungan yang tidak menakutkan (Silberman, 2000: 173). Selain itu, dengan diskusi siswa dapat melatih diri untuk berbicara dan mengkomunikasikan pendapatnya secara baik, yang sebelumnya jarang atau bahkan tidak pernah dilakukan dalam mengikuti pelajaran. Oleh karena itu, sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti ceramah dan resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk, maka kegiatan pembelajaran fisika diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa belajar aktif, baik secara fisik, sosial maupun psikis dalam memahami konsep, yaitu dengan menggunakan berbagai keterampilan proses. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2004 adalah pembelajaran kooperatif dengan menggunakan strategi Numbered Head Together (Berpikir Secara Berkelompok) dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Pembelajaran kooperatif dapat: (a) memungkinkan berlangsungnya interaksi antara guru dan siswa, serta antara siswa dengan siswa (Arends dalam Kardi, 1997: 7); (b) meningkatkan perolehan kognitif siswa Loning (1993: 1087-1101); (c) Pembelajaran kooperatif dapat saling membantu satu dengan yang lain (Slavin, 1997: 287).
Disamping itu, Ibrahim dkk (2000: 25-26) mengemukakan bahwa strategi tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dengan siswa bekerja saling membantu dalam kelompok. Ini sesuai dengan hasil temuan Sulistyaningrum (1999), Wijiastuti (2000), Mariawan (2001), pembelajaran diskusi, dimana siswa bekerja dalam kelompok, menunjukkan hasil belajar produk dan proses umumnya meningkat, kemampuan guru mengelola kegiatan belajar mengajar sudah dapat mengubah dari pembelajaran yang berpusat kepada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered instruction). Selain itu, strategi berpikir secara berkelompok (BSK), juga dapat digunakan mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu.
Menurut Kartika (Drost, 1998: 169), keterampilan proses sains akan terbentuk hanya melalui proses berulang-ulang. Siswa tidak akan mampu menerapkan konsep, terampil berkomunikasi, terampil mengajukan pertanyaan, jika tidak ada peluang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut. Peluang saja tidak cukup, tanpa direalisasikan. Siswa harus menggunakan peluang itu untuk melakukan sendiri proses tersebut secara terus menerus.

D. Rumusan Masalah dan Pemecahannya

D.1 Perumusan Masalah

Secara umum masalah yang akan diteliti adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar proses sains-fisika dengan menerapkan strategi Berpikir Secara Berkelompok (BSK) di SMP Negeri 1 Barombong?

Asumsi-asumsi dalam penelitian:
a. Sampel penelitian memiliki kemampuan yang sama
b. Sampel tidak mengetahui guru melakukan penelitian
c. Sistem evaluasi yang digunakan guru adalah tes proses tradisional yang obyektif dan tes kinerja. Khusus tes kinerja yang digunakan oleh guru dilengkapi dengan pedoman penskoran.

Ruang lingkup batasan masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah bagaimana meningkatkan hasil belajar proses sains-fisika siswa SMP Negeri 1 Barombong terutama konsep suhu dan kalor.

Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah jenis latihan mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran fisika dengan menggunakan strategi berpikir secara berkelompok yang dapat meningkatkan hasil belajar proses sains-fisika siswa?
Alternatif pemecahannya dalam menyelesaikan masalah ini adalah siswa-siswa diberikan tugas mengajukan pertanyaan yang dikemas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini memuat tugas melakukan pengamatan dan mengajukan pertanyaan, kemudian disediakan peralatan yang berhubungan dengan konsep suhu dan kalor. Dalam praktek ini, siswa secara langsung mengalami, merasakan, mengobservasi langsung terhadap variabel-variabel yang terkait dengan suhu dan kalor.
Indikator keberhasilan tindakan adalah (a) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di bawah 40%, maka tindakan dianggap tidak berhasil; (b) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 antara 40%-60%, maka tindakan dianggap kurang berhasil; (c) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di atas 60%, maka tindakan dianggap berhasil.
Untuk mengukur dan mengevaluasi indikator ini, maka sampel penelitian diberikan tes kinerja yang memuat tugas melakukan pengamatan dan mengajukan pertanyaan.
b. Bagaimanakah jenis latihan berkomunikasi dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi berpikir secara berkelompok yang dapat meningkatkan hasil belajar proses sains-fisika siswa?
Alternatif pemecahannya dalam menyelesaikan masalah ini adalah siswa-siswa diberikan tugas berkomunikasi yang dikemas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini memuat tugas melakukan eksperimen, membuat tabel, membuat grafik, dan membuat kesimpulan, kemudian disediakan peralatan yang berhubungan dengan konsep suhu dan kalor. Dalam praktek ini, siswa secara langsung mengalami dan merasakan bagaimana melakukan eksperimen, membuat tabel, membuat grafik, dan membuat kesimpulan terhadap variabel-variabel yang terkait dengan suhu dan kalor.
Indikator keberhasilan tindakan adalah (a) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di bawah 40%, maka tindakan dianggap tidak berhasil; (b) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 antara 40%-60%, maka tindakan dianggap kurang berhasil; (c) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di atas 60 %, maka tindakan dianggap berhasil;
Untuk mengukur dan mengevaluasi indikator ini, maka sampel penelitian diberikan tes kinerja yang memuat tugas melakukan eksperimen, membuat tabel, membuat grafik, dan membuat kesimpulan.

D.2 Cara Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan hasil belajar proses sains-fisika, maka dapat dilakukan langkah-langkah adalah:
a. Langkah pertama: mengecek kemampuan siswa dalam mengajukan pertanyaan berdasarkan pengamatan dan mengkomunikasikan hasil eksperimen. Untuk mengecek kemampuan ini, siswa diberi tes kinerja yang memuat tugas melakukan pengamatan dan eksperimen. Dari hasil deteksi ini akan dapat diketahui (a) bagian mana siswa yang kurang dalam hal melakukan mengajukan pertanyaan berdasarkan pengamatan? (b) bagian mana siswa yang kurang dalam hal mengkomunikasikan hasil eksperimen?
b. Langkah kedua: merancang pengalaman belajar dalam bentuk skenario pembelajaran yang bertolak dari hasil langkah 1. Dalam rancangan skenario pembelajaran: (a) siswa akan ditantang untuk membuat berbagai pertanyaan karena secara tidak langsung mereka memperoleh contoh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru berdasarkan materi pelajaran, serta mereka mempunyai kesempatan untuk memikirkan materi pelajaran. Jadi memungkinkan siswa merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam yang menjelaskan apa yang telah guru ajarkan pada mereka; (b) memberikan kesempatan kepada siswa menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dengan berkelompok memberi kesempatan kepada siswa untuk saling memperhatikan dan menanggapi; (c) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi seluruh kelas dengan mempresentasikan hasil diskusinya. Ini merupakan cara yang tepat untuk menginformasikan isi materi pelajaran kepada siswa secara cepat, mengundang pertukaran ide di antara mereka, mengkomunikasikan dan mengekspresikan pendapat mereka, baik lisan maupun tertulis tentang topik yang sedang didiskusikan dalam sebuah lingkungan yang tidak menakutkan.
Dengan demikian, strategi berpikir secara berpasangan, yaitu dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, merespon, dan saling membantu satu sama lain serta memberikan peluang kepada siswa untuk menumbuh-kembangkan kemampuan menerapkan konsep, keterampilan berkomunikasi, keterampilan mengajukan pertanyaan.
c. Langkah ketiga: memberikan latihan lanjutan tentang merumuskan pertanyaan berdasarkan pengamatan dan mengkomunikasikan hasil eksperimen. Hal ini dilakukan berulang-ulang kali sesuai dengan rancangan skenario pembelajaran seperti langkah kedua.

E. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa terutama konsep suhu dan kalor.
Secara khusus, penelitian ini mencoba menjawab rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan di atas, yaitu untuk meningkatkan hasil belajar proses sains-fisika dengan menerapkan strategi berpikir secara berkelompok di SMP Negeri 1 Barombong.

F. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menghasilkan perangkat pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi Suhu dan Kalor untuk dipergunakan dalam pembelajaran fisika di SMP yang menerapkan strategi BSK.
2. Perangkat yang dimaksudkan pada point 1 diharapkan dapat menjadi bahan komparasi bagi guru fisika dalam membuat perangkat pembelajaran untuk berbagai pokok bahasan, baik dengan menerapkan strategi BSK maupun menerapkan strategi-strategi lainnya.
3. Karena pada tahap-tahap strategi BSK terdapat tahap berpikir bersama (diskusi), sehingga dengan menggunakan strategi BSK dapat menjadi wahana bagi siswa untuk menumbuhkembangkan semangat kerja sama dan meningkatkan kepekaan sosial mereka yang disinyalir mulai memudar dewasa ini.

G. Kajian Pustaka

G.1. Pembelajaran Fisika
Bagaimana pembelajaran IPA (Fisika) yang terjadi di lapangan? Berikut ini deskripsi beberapa kenyataan yang terjadi di lapangan. Pertama, khususnya guru di SMP Negeri 1 Barombong mengatakan, guru fisika cenderung memilih dan menggunakan metode ceramah dan resitasi seluruh kelas dalam pengajaran.
Kedua, yang mendominasi pembelajaran adalah bagaimana supaya siswa kita di SMA lulus ujian dengan memperoleh nilai tinggi dalam UAN/EBTANAS dan lulus SPMB/UMPTN.
Kartika (Drost, 1998: 166) menyatakan kecuali menurut aspek-aspeknya, tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas: (1) tujuan jangka pendek, yaitu lulus ujian dengan NEM tinggi dan dapat diterima pada pendidikan lanjut sesuai dengan keinginannya, (2) tujuan jangka panjang, yang diperlukan dalam kehidupan dan belajar selanjutnya dalam rangka belajar seumur hidup. Aspek pengetahuan lebih mengacu pada tujuan jangka pendek, sedangkan keterampilan proses dan sikap lebih mengacu pada tujuan jangka panjang.
Lebih lanjut, Kartika (Drost, 1998: 167) menyatakan untuk memperoleh nilai tinggi dalam UAN/EBTANAS dan lulus SPMB/UMPTN (diterima di perguruan tinggi negeri yang baik) sebagai tujuan jangka pendek, nampaknya sampai sekarang masih merupakan hal terpenting yang diperjuangkan oleh sekolah dan guru. Banyak usaha dilakukan, misalnya penataran guru pelajaran tambahan, pendalaman materi dilakukan oleh sekolah, pelajaran tambahan di luar sekolah dilakukan oleh siswa seperti ikut bimbingan belajar, demi tingginya nilai UAN/EBTANAS. Semua usaha itu tentu tidak salah, bahkan merupakan suatu keharusan. Namun, kalau itu yang mendominsi seluruh usaha dan kegiatan, kemampuan-kemampuan yang diperlukan jangka panjang kurang mendapat perhatian, maka masih terdapat kekurangan dalam pembelajaran, karena keterampilan-keterampilan proses belum mendapat perhatian secara proporsional, belum dicapai secara optimal.
Ketiga, data penelitian Sulistyningrum (1999), Wijiastuti (2000), dan Mariawan (2001), menunjukkan bahwa persentase keterampilan diskusi siswa mengajukan pertanyaan dari RP satu ke RP berikutnya masih relatif rendah, jika dibandingkan dengan keterampilan diskusi menyatakan ide, mendengarkan orang lain, dan menanggapi orang lain. Keterampilan proses merumuskan masalah dan penerapan konsep belum tuntas. Keterampilan proses berkomunikasi, yaitu membuat dan menggunakan tabel belum tuntas.
Kaitannya dengan kenyataan di atas, hal apa yang harus dicapai dalam pembelajaran IPA (Fisika)? Berikut deskripsi pembelajaran IPA menurut Kurikulum 2004 dan Nur (2001a: 3). Menurut Kurikulum 2004 menyatakan bahwa IPA meliputi dua hal, yaitu IPA sebagai produk dan IPA sebagai proses (Depdiknas, 2003: 6). Produk IPA terdiri atas fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Sedangkan proses IPA meliputi keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan sains.
Menurut Nur (2001a: 3), pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan untuk siswa. Pembelajaran IPA harus melibatkan siswa dalam penyelidikan-penyelidikan berorientasi inquiri. Didalam kegiatan itu, mereka dapat berinteraksi dengan guru dan teman mereka. Siswa mengemukakan hubungan antara pengetahuan IPA yang telah mereka miliki dan pengetahuan ilmiah yang ditemukan dalam banyak sumber, mereka menerapkan isi, konsep IPA pada pertanyaan-pertanyaan baru, mereka terlibat dalam pemecahan masalah, perencanaan, pengambilan keputusan, dan diskusi kelompok, mereka mengalami asesmen dan evaluasi yang konsisten dengan pendekatan aktif dalam belajar tersebut.
Oleh karena itu, guru IPA seharusnya memperhatikan dua hal penting dalam pembelajaran IPA. Pertama, keterampilan-keterampilan proses dalam pembelajaran, hendaknya mendapat perhatian secara proporsional dari para penyelenggara pendidikan terutama guru. Menurut Kartika (Drost, 1998: 169), keterampilan proses IPA akan terbentuk hanya melalui proses berulang-ulang. Siswa akan terampil berkomunikasi jika dilakukan terus menerus. Kedua, guru menggunakan strategi pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif melakukan sesuatu untuk memperoleh produk IPA. Karena itu dalam belajar sains dibutuhkan pendekatan yang menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan untuk menggunakan keterampilan proses (Nur, 2002a: 3).

G.2. Strategi Berpikir Secara Berkelompok (BSK)
Dari latar belakang pada pendahuluan, diperoleh informasi bahwa di SMP Negeri 1 Barombong, guru cenderung memilih dan menggunakan metode ceramah dan resitasi seluruh kelas dan hasil belajar siswa masih rendah. Hal ini berarti terjadi pengajaran terpusat pada guru, bukan pengajaran terpusat pada siswa (student-centered instruction). Sedangkan pengajaran dalam IPA dianjurkan peranan lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri (Nur, 2001a: 3).
Guru bukanlah seseorang yang maha tahu dan siswa bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberitahu. Dalam proses belajar siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Proses aktif ini, dapat terjadi melalui pola interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa sendiri.
Sebagai alternatif pengajaran tradisional di atas seperti resitasi seluruh kelas adalah menggunakan strategi Berpikir Secara Berkelompok (BSK). Hal ini dikarenakan kedua strategi tersebut, memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling bantu membantu dalam kelompok kecil (Ibrahim dkk, 2000: 25).
Menurut Arends (1997: 122) “Think-pair-share and numbered-head-together, described here are two examples of structures teachers can use to each academic content or check on student understanding of particular content.” Kutipan ini mengandung makna bahwa berpikir secara berpasangan dan berpikir secara berkelompok dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu.
Strategi BSK berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Arends dalam Ibrahim dkk (2000: 26) menyatakan bahwa berpikir secara berpasangan merupakan suatu cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus dalam kelas. Strategi ini menantang asumsi bahwa semua resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam setting seluruh kelompok. Berpikir secara berkelompok memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Berpikir secara berkelompok adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagen. Ibrahim dkk (2000: 28) menyatakan strategi BSK digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah seperti berikut ini.
Langkah 1:Penomoran Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
Langkah 2: Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan.
Langkah 3: Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
Langkah 4: Menjawab Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan strategi berpikir secara berkelompok mengadaptasi sintaks model pembelajaran kooperatif menurut Arends (2001: 391). Adapun sintaks dari model pembelajaran kooperatif tipe BSK seperti Tabel G.1 berikut.

Tabel G.1. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif (PK) Tipe BSK

Fase Perilaku Guru
Fase-1 PK
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (atau indikator hasil belajar), guru memotivasi siswa, guru mengkaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu
Fase-2 PK
Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan.
Fase-3 PK
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok–kelompok belajar seperti berikut.
a. Setiap kelompok beranggotakan 3-5 orang, heterogen, dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5 (Fase-1 BSK, Penomoran).
b. Guru mengajukan pertanyaan (Fase-2 BSK, Mengajukan Pertanyaan)
c. Guru meminta siswa mendiskusikan “Perta-nyaan” secara berkelompok (Fase-3 BSK, Berpikir Bersama)
Fase-4 PK
Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
Fase-5 PK
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa mempresentasikan hasil kerjanya, kemudian dilanjutkan dengan diskusi (Fase-4 BSK, menjawab)
Fase-6 PK
Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai upaya dan hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok
Sintaks ini diadaptasi oleh Khaeruddin dari Arends, R. I. (2001).
Apabila langkah-langkah kedua strategi tersebut dikaji, maka strategi berpikir secara berpasangan maupun berpikir secara berkelompok memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan menerapkan konsep, keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan diskusi siswa mengajukan pertanyaan.

Kerangka Berpikir

Dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi berpikir secara berkelompok memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan menerapkan konsep, keterampilan berkomunikasi, dan keterampilan diskusi siswa mengajukan pertanyaan. Siswa akan tertantang untuk membuat berbagai pertanyaan karena secara tidak langsung mereka memperoleh contoh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru berdasarkan materi pelajaran, serta mereka mempunyai kesempatan untuk memikirkan materi pelajaran. Siswa dapat memadukan pendapat dan pemikiran dari temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah. Apabila ini menjadi kebiasaan siswa memecahkan masalah, maka siswa akan terlatih menerapkan konsep, ide-ide umum, tata cara, metode-metode, prinsip-prinsip serta teori-teori ke dalam situasi baru dan kongkret .
Strategi ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi seluruh kelas mempresentasikan hasil diskusinya. Ini merupakan cara yang tepat untuk menginformasikan isi materi pelajaran kepada siswa secara cepat, mengundang pertukaran ide di antara mereka, mengkomunikasikan dan mengekspresikan pendapat mereka baik lisan maupun tertulis tentang topik yang sedang didiskusikan dalam sebuah lingkungan yang tidak menakutkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan pengajaran dalam IPA, dianjurkan peranan lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri, bukan pengajaran terpusat pada siswa (student-centered instruction). Guru bukanlah seseorang yang maha tahu dan siswa bukanlah yang belum tahu dan karena itu harus diberitahu. Dalam proses belajar siswa aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar pencarian itu berjalan baik. Proses aktif ini, dapat terjadi melalui pola interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa sendiri. Langkah-langkah inilah yang dirancang dalam perangkat pembelajaran terutama rencana pembelajaran pada setiap pertemuan di kelas.
Dengan demikian, penggunaan strategi BSK ini, keterampilan proses sains akan terbentuk. Siswa tidak akan mampu menerapkan konsep, terampil berkomunikasi, terampil mengajukan pertanyaan, jika tidak ada peluang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut. Peluang saja tidak cukup, tanpa direalisasikan. Siswa harus menggunakan peluang itu untuk melakukan sendiri proses tersebut secara terus menerus.

H. Prosedur Penelitian

H.1. Jenis dan Subyek Penelitian

Penelitian ini bersifat kaji tindak (action research), yang direncanakan selama 8 bulan dengan 2 siklus tindakan. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I SMP Negeri 1 Barombong Tahun ajaran 2007/2008. Semua siswa tersebut akan menjadi subyek dari penelitian ini.
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Barombong telah memiliki fasilitas yang dapat mendukung sepenuhnya penelitian ini. Fasilitas yang telah tersedia berupa:
• Untuk keperluan adminstrasi sekolah, adalah
a. Komputer pentium 120 Mhz, RAM 128 MB sebanyak 2 buah
b. Printer canon 1 buah,
• Untuk keperluan praktikum siswa di laboratorium IPA, adalah:
a. KIT Hidrostatika 1 buah
b. KIT Gelombang 1 buah
c. KIT Listrik Magnet 1 buah
d. KIT Mekanika 1 buah
e. KIT Optik 1 buah
• Untuk keperluan proses belajar mengajar di kelas, adalah
a. LCD proyektor 1 unit
b. OHP 1 buah
c. CD Pembelajaran 5 buah

H.2. Tahap Pelaksanaan

Untuk lebih jelasnya rancangan dan cara penelitian berdasar pada langkah-langkah sebagai berikut.
1. Persiapan Penelitian
a. Orientasi sekolah: Penetapan Tim Peneliti dan Masalah Penelitian
b. Penyusunan proposal yang dibuat bersama oleh semua tim peneliti
c. Perbaikan dan finalisasi proposal hasil seminar oleh semua tim peneliti
d. Penggandaan dan pengiriman proposal
e. Perbaikan proposal hasil diskusi oleh semua tim peneliti.
2. Pelaksanaan Penelitian (Selama 2 Siklus)
a. Perencanaan Tindakan
1. Mengecek fasilitas laboratorium fisika (dilibatkan semua tim peneliti)
2. Telaah kurikulum dan pengadaan referensi utama sebagai dasar dan literatur dalam membuat perangkat pembelajaran serta instrumen pengumpulan data (dilibatkan semua tim peneliti)
3. Pengembangan draf perangkat pembelajaran yang meliputi buku siswa, skenario pembelajaran berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe BSK, Lembar Kerja Siswa yang terdiri dari LKS pengamatan dan eksperimen (dilibatkan semua tim peneliti).
4. Pengembangan Instrumen pengumpulan data meliputi tes proses tradisonal, tes kinerja, dan lembar observasi (dilibatkan semua tim peneliti).
Tes proses tradisional untuk mengukur pemahaman siswa terhadap tes kinerja untuk mengukur kemampuan kognitif siswa terhadap informasi faktual atau keterampilan proses dasar atau pengertian dan pemahaman kata-kata sains,
Tes kinerja untuk keterampilan menanamkan konsep dan informasi; (2) mengembangkan proses ilmiah, seperti eksperimen, membuat keputusan, dan membangun model; (3) mengembangkan keterampilan memecahkan masalah yang melibatkan ilmu pasti dan informasi untuk mendukung metode ilmiah; (4) mengembangkan keterampilan komunikasi untuk membantu siswa menanamkan hal-hal lain secara efektif apa yang mereka telah pelajari atau apa yang menjadi saran mereka sebagai solusi masalah; (5) menanamkan kebiasaan bekerja dengan baik, seperti bertanggungjawab secara individu, keterampilan bekerja sama, tekun, memperhatikan keakuratan dan kualitas, jujur, memperhatikan keamanan, dan rapi.
Lembar Obsevasi untuk mengecek keterlaksanaan proses belajar mengajar yang berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe BSP di kelas (keterlaksanaan skenario pembelajaran yang telah dibuat dalam kelas). Pengembangan instumen ini dilakukan diskusi dan revisi intrumen oleh semua TIM peneliti)
5. Latihan penggunaan perangkat pembelajaran dan intrumen pengumpulan data (Dilibatkan semua tim peneliti)
b. Pelaksanaan (Implementasi) Tindakan
6. Melaksanakan proses belajar mengajar berdasakan skenario pembelajaran yang telah dibuat, yaitu integrasi antara materi pembelajaran dengan praktikum (Dilakukan tim peneliti bergantian setiap 2 pertemuan). Langkah ini juga dilakukan pengumpulan data (lembar observasi) oleh tim peneliti sebagai observer untuk mengecek keterlaksanaan dan kefektifan skenario pembelajaran berdasarkan strategi BSK yang telah dibuat. Jadi, proses belajar mengajar dilakukan oleh tim peneliti dan saling bergantian, baik bertindak sebagai pengajar maupun sebagai observer.
7. Melakukan refleksi-refleksi setiap selesai pertemuan untuk keperluan pertemuan berikutnya (dilibatkan semua Tim peneliti)
c. Observasi dan Evaluasi
8. Pengumpulan data melalui:
a) lembar observasi setiap pertemuan (dilakukan oleh tim peneliti yang bergantian);
a) tes proses tradisional (dilakukan oleh tim peneliti),
b) tes kinerja (dilakukan oleh tim peneliti)
9. Analisis data lembar observasi, tes kinerja, dan tes proses tradisional (dilibatkan semua Tim peneliti)
d. Analisis dan Refleksi Hasil Kegiatan Siklus I
10. Refleksi dari Tim peneliti berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dari: (a) hasil obsevasi dan evaluasi bagian c di atas, (b) jurnal atau catatan guru.
11. Mendiskusikan refleksi yang telah dibuat bersama, oleh Tim peneliti dengan pihak lain (guru lain dan kepala sekolah)
12. Sosialisasi hasil refleksi (termasuk dalam bentuk seminar), misalnya di LPTK.
Indikator keberhasilan tindakan siklus I adalah (a) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di bawah 40%, maka tindakan dianggap tidak berhasil; (b) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 antara 40%-60%, maka tindakan dianggap berhasil.
e. Perencanaan Tindakan Lanjutan Siklus II
13. Merumuskan tindakan selanjutnya, yaitu siklus II berdasarkan hasil refleksi tindakan siklus I (Dilibatkan semua tim peneliti)
Langkah-langkah yang dilakukan dalam siklus II ini relatif sama dengan perencanaan dan pelaksanaan dalam siklus I dengan mengadakan beberapa perbaikan dan tambahan sesuai dengan kenyataan yang ditemukan dilapangan.
14. Pelaksanaan tindakan selanjutnya siklus II (Dilibatkan anggota peneliti 2, 3, dan 4)
15. Analisis data hasil pemantauan siklus II (Dilibatkan semua tim peneliti)
16. Refleksi hasil kegiatan siklus II (Dilibatkan semua tim peneliti)
Indikator keberhasilan tindakan siklus II adalah (a) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di bawah 40%, maka tindakan dianggap tidak berhasil; (b) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 antara 40%-60%, maka tindakan dianggap kurang berhasil; (c) jika banyaknya siswa yang memperoleh hasil tes proses sebesar 5,00 di atas 60%, maka tindakan dianggap berhasil.
Untuk menganalisis data dari hasil observasi, akan digunakan teknik analisis deskriptif berdasarkan frekuensi aktivitas siswa dan guru yang diperoleh selama pengamatan. Sedangkan analisis data dari data hasil tes akan digunakan teknik analisis deskriptif, berupa tabel frekuensi, rata-rata, standar deviasi persentase atau diagram/grafik. Data yang diperoleh dari angket/kuesioner persepsi siswa akan dilakukan analisis domain untuk mengetahui kecenderungan persepsi positif atau persepsi negatif siswa terhadap tindakan yang telah diberikan.



I. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dirancang selama 8 bulan, yaitu dari bulan April sampai dengan bulan November 2008. Secara rinci pelaksanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel I.1 berikut.

Tabel I.1. Rincian Jadwal Kegiatan
N0 Jenis Kegiatan Bulan
4 5 6 7 8 9 10 11
1 Persiapan Pelaksanaan
Pengurusan izin
Pemantapan Jadwal
Mengecek fasilitas laboratorium
Menelaah kurikulum dan pengadaan referensi utama
Mengembangkan draf perangkat pembelajaran meliputi buku siswa, skenario pembelajaran berdasarkan model pembelajaran kooperatif tipe BSK, Lembar Kerja Siswa yang terdiri dari LKS pengamatan dan eksperimen
Mengembangkan Instrumen pengumpulan data meliputi tes proses tradisonal, tes kinerja, dan lembar observasi
Latihan Penggunaan Perangkat dan instrumen
2 Pelaksanaan Tindakan Siklus I
Melaksanakan proses belajar mengajar berdasakan skenario pembelajaran
(Sambil mengisi lembar observasi oleh observer)
Melakukan refleksi-refleksi setiap selesai pertemuan untuk keperluan pertemuan berikutnya
3 Observasi dan Evaluasi
Memberikan tes proses tradisional
Memberikan tes kinerja
Menganalisis data hasil tes dan termasuk lembar observasi
4 Refleksi Hasil Kegiatan Siklus I
Refleksi hasil kegiatan siklus I
Mendiskusikan hasil siklus I
Menginformasikan hasil siklus I
5. Pelaksanaan Kegiatan siklus II
Merumuskan tindakan siklus II
Melaksanakan siklus II
6. Evaluasi Hasil Kegiatan Siklus II
Menganalisis data siklus II
Mendiskusikan hasil siklus II
7 Pengumpulan Data Siklus I dan II
8 Penyusunan Laporan
Penyusunan konsep laporan dan pembuatan artikel
Mendiskusikan semua peneliti mengenai konsep laporan/artikel
9 Seminar hasil penelitian
Revisi laporan/artikel
Penggandaan dan pengririman laporan








J. Daftar Pustaka

Anderson, O.W., and Krathwohl, D.R. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addision Wesley Longman, Inc.

Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGrawHill.

Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. New York: McGrawHill.
Brilhart, J. K., Gloria J. G. (1998). Effective Group Discussion. Ninth Edition. Boston: McGrawHill.

Depdinas. (2004). Kurikulum Sekolah Menengah Umum; Petunjuk Pelaksanaan PBM. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (1995a). Kurikulum Sekolah Menengah Umum; Garis-garis Besar Program Pengajaran. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (1995b). Kurikulum Sekolah Menengah Umum; Petunjuk Teknis. Jakarta: Dikmenum.

Drost, S.J. (1998). Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.

Hibbar, K. M. (1995). Performance Assesment in the Science Classroom. New York: McGrawHill.

Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press, UNESA.

Ibrahim, M. (2002). Pengembangan Perangkat Pembelajaran (Pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi). Jakarta: Direktorat SLTP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Kardi, S. (1997). Model Pembelajaran. Makalah yang disajikan sebagai bahan Workshop Restrukturisasi Kurikulum PBM dan Peningkatan Hubungan IKIP Surabaya dengan Sekolah dan Universitas di Luar Negeri pada tanggal 19-20 September 1997 (Pengembangan Kerangka LKM, Teaching Materials, dan Multimedia), Surabaya.

Kemp, J.E., Morrison, G.R., and Ross, S.M. (1994). Designing Effective Instruction. New York: Merril,an Imprint of Macmillan College Publishing Company.

Khaeruddin, Nurhayati, dan Natsir. (2005). Implementasi Strategi Berpikir Secara Berpasangan (BSP) dan Berpikir Secara Berkelompok (BSK) di SMA Negeri 1 Sungguminasa. Proposal Penelitian UNM: Makassar

Khaeruddin & Sujiono E.H. (2005). Pembelajaran Sains (IPA) Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makassar State University Press: Makassar.

Khaeruddin & Martawijaya A. M. (2005). Peningkatan Hasil Belajar Proses Fisika. (Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, Vol 2 No. 2, Oktober 2005)

Khaeruddin & Erwin. (2006). Metodologi Penelitian Pendidikan.Penerbit Berkah Utami Makassar: Makassar

Khaeruddin. (2005). Pembelajaran Fisika Melalui Strategi Berpikir Secara Berkelompok (BSK) di SMA. (Jurnal Pendidikan LPMP, Vol 2 No. 2, Mei 2006)

Kunandar. (2008)

Loning, R.A. (1993). Effect of Cooperative Learning Strategies on Student Verbal Interactions and Achievement during Conceptual Change Instruction in 10th Grade General Science. Science Education, 30 .(1087-1101).


Mariawan, M. (2001). Penerapan Strategi Konflik Kognitif Dalam Setting Pembelajaran Diskusi Untuk Mereduksi Miskonsepsi Siswa Kelas I SMU Laboratorium STKIP Singaraja. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.

Mukhtar, & Yamin, M. (2001). Metode Pembelajaran yang Berhasil. Jakarta: Sesama Mitra Sukses.

Nur, M. (1995). “Masalah Pendidikan IPA dan Alternatif Pemecahannnya.” Makalah disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar, Universitas Negeri Surabaya.

Nur, M. (1997). LKS Pengamatan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen Dikmenum.

Nur, M. (1998a). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dalam Rangka Pendidikan di Sekolah. Laporan Studi Kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Umum Melalui Proyek Peningkatan Alat-alat IPA dan PKG, Jakarta.

Nur, M. (1998b). Proses Belajar Mengajar dengan Pendekatan Keterampilan Proses. Surabaya: SIC Surabaya.

Nur, M. (2000a). Buku Panduan Keterampilan Proses dan Hakikat Sains. Surabaya: University Press, UNESA.

Nur, M. (2000b). Strategi-strategi Belajar. Surabaya: University Press, UNESA.

Nur, M. (2001a). Pokok-Pokok Pikiran Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA-Fisika di Sekolah Menengah. Makalah disajikan pada Seminar dan Lokakarya Optimalisasi Pembelajaran IPA-Fisika Menyonsong Otonomi Sekolah di MIPA UNESA tanggal 17 Februari 2001), Surabaya.

Nur, M. (2001b). Tes Keterampilan Proses untuk Siswa (Komunikasi). Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pascasarjana UNESA.

Nur, M. (2001c). LKS Eksperimen untuk SLTP. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen Dikmenum.

Nur, M. (2002a). Inovasi Pendidikan Fisika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional dan Aplikasinya 2002 Jurusan Fisika FMIPA-ITS pada tanggal 24-25 April 2002 di Kampus ITS Sukolilo, Surabaya.

Nur, M. (2002b). Contoh Kisi-kisi Tes dan Buitr Assesmen Tradisional Proses. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pascasarjana UNESA.

Palupi, A.E. (1999). Peningkatan Kualitas Proses Belajar Mengajar Kimia SMU Melalui Model Pembelajaran Diskusi Kelas. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.

Puskur-Balitbang Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Fisika SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas.

Riyanto, Y. (2001). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Penerbit SIC Surabaya.

Silberman, M. (2000). Active Learning, 101 Strategies to Teach Any Subject (Penerjemah: H. Sardjuli). Boston: Allyn and Bacon.

Silverius, S. (1991). Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.

Slavin, R. E. (2000). Educational Psychologi. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Sulistyaningrum, H. (1999). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika SMU Pokok Bahasan Tata Surya Berorientasi Model Pembelajaran Diskusi Kelas. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.

Suryabrata, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grapindo Persada.

Tanjung, R. R. (1998). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar Biologi. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.

Tim Broad-Based Education Depdiknas. (2002). Pola Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas (Broad-Based Education-BBE)-Buku II untuk SLTP. Jakarta: Depdiknas.

Wahyana. (1986). Pengelolaan Pengajaran Fisika. Modul UT 7-12. Jakarta: Karunika.

Wijiastuti, A. (2000). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Fisika SLTP dan Implementasi Model Pembelajaran Diskusi Kelas. Tesis Magister Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia






DAFTAR ISI


Halaman

Kata Pengantar Penulis i
Kata Sambutan Dekan FKIP Unismuh Makassar ii
Kata Sambutan Rektor Unismuh Makassar iii
Daftar Isi iv
BAB I KONSEP PENELITIAN 1
1.1 Hakekat Ilmu Pengetahuan 1
1.2 Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Kebenaran 4
1.3 Penelitian dan Paradigma Penelitian 6
1.4 Peranan Penelitian dalam Ilmu Pengetahuan 10

BAB II JENIS-JENIS PENELITIAN 12
2.1 Penelitian Eksperimen 12
2.2 Penelitian Ex Post Facto (EPF) 17
2.3 Penelitian Tindakan (Action Research) 19

BAB III PENELITIAN TINDAKAN (Action Research) 21
3.1 Definisi 21
3.2 Tujuan 21
3.3 Ciri-Ciri 22
3.4 Kesukaran Penelitian Tindakan 23
3.5 Langkah-Langkah Pokok 24 3.6. Rambu-Rambu Penulisan Laporan PTK

BAB IV IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN
MASALAH, JUDUL DAN TUJUAN 30
4.1 Pendahuluan 30
4.2 Ciri-Ciri Masalah yang Baik 31
4.3 Sumber untuk Memperoleh Masalah 35
4.4 Cara Merumuskan Masalah 35
4.5 Jenis Permasalahan 37
4.6 Contoh Perumusan Masalah 37
4.7 Merumuskan Judul (Topik) 38
4.8 Merumuskan Tujuan 38

BAB V PENELAHAAN PUSTAKA 40

BAB VI PERUMUSAN HIPOTESIS 43
6.1 Definisi 43
6.2 Manfaat Hipotesis 44
6.3 Ciri-Ciri Hipotesis 44
6.4 Jenis-Jenis Hipotesis 45
6.5 Menggali dan Merumuskan Hipotesis 46

BAB VII IDENTIFIKASI DAN DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL 53
7.1 Mengindetifikasi Masalah 53
7.2 Merumuskan Definisi Operasional Variabel 57

BAB VIII POPULASI DAN SAMPEL 59
8.1 Definisi Populasi dan Sampel 59
8.2 Fungsi Populasi dan Sampel 61
8.3 Teknik Pengambilan Sampel 64
8.4 Tahapan Mengkonstruksi Sampel 67
8.5 Menentukan Besarnya Sampel Penelitian 68

BAB IX RANCANGAN PENELITIAN 69
9.1 Pengertian Rancangan 69
9.2 Dasar, Komponen, dan Sistematika Rancangan 70
9.3 Jenis-Jenis Rancangan Penelitian 72
9.4 Rancangan Penelitian Ex Post Facto 73
9.5 Rancangan Penelitian Eksperimen 76

BAB X METODE PENGUMPULAN DATA 87
10.1 Wawancara (Interview) 87
10.2 Angket (Questionnaire) 88
10.3 Pengamatan (Observation) 89
10.4 Tes 90
. 10.5 Dokumentasi (Documentation) 91

BAB XI TEKNIK ANALISIS DATA 92
11.1 Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif 92
11.2 Analisis Data Kuantitatif 95
11.3 Analisis Korelasi 98
11.4 Analisis Korelasi Tata Jenjang 100
11.5Analisis Komparasional 103
DAFTAR PUSTAKA
TENTANG PENULIS

KATA PENGANTAR PENULIS



Tiada ungkapan yang terindah untuk di ucapkan selain Puji Syukur Keharibaan Allah Rabbul Alamin, karena atas petunjuk dan bimbingan-Nya jualah sehingga apa yang ada di tangan pembaca sekarang ini dapat terselesaikan.
Buku ini disusun sebagai salah satu penunjang untuk mata kuliah Metodologi Penelitian, selain itu juga bisa digunakan oleh mereka yang tertarik untuk mendalami ilmu penelitian. Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam buku ini masih banyak terdapat kekurangan yang tentunya membutuhkan masukan, kritikan untuk perbaikan dan kesempurnaan dari buku ini.
Dan akhirnya, penulis hanya bisa berserah kepada Yang Maha Kuasa atas apa yang telah dituangkan pada buku ini sebagai bentuk pengembangan diri dan pertanggungjawaban atas ilmu yang telah penulis peroleh selama ini.
Fastabiqul Khaerat
Tala’Salapang, 16 Shafar 1430 H
Penulis
K E


SAMBUTAN DEKAN FKIP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Alhamdulillah, saya selaku pimpinan fakultas menyambut baik penerbitan buku ini. Buku ini terbit sebagai cerminan kemajuan bidang penelitian khususnya di FKIP. FKIP sementara ini berbenah diri dalam mengoptimalkan potensi yang ada didalamnya guna mewujudkan dirinya sebagai fakultas pencetak guru yang profesional dan berakhlak mulia, terkemuka di Indonesia Timur.
Dengan hadirnya buku ”Metodologi Penelitian” ini telah menambah jajaran pustaka yang ada di Universitas Muhammadiyah Makassar dalam kerangka peningkatan Sumber daya manusia.
Patut untuk diingat bahwa buku adalah jendela menatap dunia, dengan demikian kehadiran buku ini telah membukakan dan membuat jendela untuk kita tatap dunia.

Makassar, April 2009
D e k a n


Dr. A. Sukri Syamsuri, M.Hum

SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Universitas Muhammadiyah Makassar merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta terbesar di Kawasan Timur Indonesia, yang mengembang amanah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sejalan dengan iman dan taqwa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan kreativitas dan upaya keras dari segala bidang dari sivitas akademikanya.
Salah satu kegiatan yangs sangat didambakan adalah penulisan dan penerbitan buku ajar oleh para tenaga pengajar dalam lingkungan perguruan tinggi ini. Minimnya buku ajar yang berkualitas sangat dirasakan oleh mahasiswa maupun dosen.
Dengan terbitnya buku yang berjudul ”Metodologi Penelitian”, kami sambut baik, diiringi rasa syukur yang setinggi-tingginya kepada Allah swt. Buku yang ditulis oleh saudara Khaeruddin, S.Pd., M.Pd. dan Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan utama dalam perkuliahan Metodologi Penelitian. Semoga Allah swt tetap memberkahi kita semua dalam melaksanakan tugas dan pengabdian masing-masing.


Makassar, April 2009
R e k t o r



Dr. Irwan Akib, M.Pd.











METODOLOGI PENELITIAN
Penulis : Khaeruddin dan Erwin Akib

Desain Sampul :

Diterbitkan oleh Lembaga Perpustakaan dan Penerbitan
Universitas Muhammadiyah Makassar
104 halaman + iv
Jl. Sultan Alauddin No. 259 Makassar 90221
Telp. (0411) 866 972 Fax. (0411) 865588

Cetakan Pertama, April 2006
Hak cipta @ dilindungi Undang-undang pada penulis
Dicetak oleh BMT Al-Amien Divisi Percetakan
Universitas Muhammadiyah Makassar


ISBN : 979-25-8350-5

1 komentar:

  1. asslm alkum pak.aku mahasiswa unismu,
    ya pak kalau ada waktu tolong kasi info di blog nya tentang pengambilan akta di unismu, karena blog bapak sangat membantu kami kami yang tidak tahu tentang keadaan internal kampus. masi banyak ya pak, atas infonya.

    BalasHapus

Arsip Blog